Kebijaksanaan Yudhistira dalam Kisah Mahabharata

 

Kebijaksanaan Yudhistira dalam Kisah Mahabharata

Saat tahun pengasingan Pandawa hampir berakhir, kelima bersaudara itu sempat menghadapi cobaan besar ketika mencari sumber air di hutan. Nakula, Sahadewa, Arjuna, dan Bhima mati mendadak karena tidak mengindahkan suara misterius di hutan yang muncul ketika mereka hendak mengambil air. Melihat keempat saudaranya terbujur kaku, Yudhistira merasa terkejut dan sedih. Namun, si sulung tersebut tidak seperti keempat saudaranya yang mati. Yudhistira memperhatikan suara misterius tersebut dan bersedia menjawab semua pertanyaannya hingga selesai.

Suara Misterius: “Apa yang menyebabkan matajari bersinar setiap hari?”

Yudhistira: “Kekuatan Brahman.”

Suara Misterius: “Apa yang dapat menolong manusia dari semua marabahaya?”

Yudhistira: “Keberanian adalah pembebas manusia dari marabahaya.”

Suara Misterius: “Mempelajari ilmu apakah yang bisa membuat manusia jadi bijaksana?”

Yudhistira: “Orang tidak menjadi bijaksana hanya karena mempelajari kitab-kitab suci. Orang menjadi bijaksana karena bergaul dan berkumpul dengan para cendekiawan besar.”

Suara Misterius: “Apa yang lebih mulia dan lebih menghidupi manusia daripada bumi ini?”

Yudhistira: “Ibu yang melahirkan dan membesarkan anak-anaknya, lebih mulia dan lebih menghidupi daripada bumi ini.”

Suara Misterius: “Apa yang lebih tinggi dari langit?”

Yudhistira: “Bapa.”

Suara Misterius: “Apa yang lebih kencang dari angin?”

Yudhistira: “Pikiran.”

Suara Misterius: “Apa yang lebih berbahaya dari jerami kering di musim panas?”

Yudhistira: “Hati yang menderita duka nestapa.”

Suara Misterius: “Apa yang menjadi teman seorang pengembara?”

Yudhistira: “Kemauan belajar.”

Suara Misterius: “Siapakah teman seorang lelaki yang tinggal di rumah?”

Yudhistira: “Istri.”

Suara Misterius: “Siapakah yang menemani manusia dalam kematian?”

Yudhistira: “Dharma. Hanya Dialah yang menemani jiwa dalam kesunyian perjalanan setelah kematian.”

Suara Misterius: “Perahu apakah yang terbesar?”

Yudhistira: “Bumi dan segala isinya adalah perahu terbesar di jagad ini.”

Suara Misterius: “Apakah kebahagiaan itu?”

Yudhistira: “Kebahagiaan adalah buah dari tingkah laku dan perbuatan baik.”

Suara Misterius: “Apakah itu, jika orang meninggalkannya ia dicintai oleh sesamanya?”

Yudhistira: “Keangkuhan. Dengan meninggalkan keangkuhan orang akan dicintai sesamanya.”

Suara Misterius: “Kehilangan apakah yang menyebabkan orang bahagia dan tidak sedih?”

Yudhistira: ”Amarah. Kehilangan amarah membuat kita tidak lagi diburu oleh kesedihan.”

Suara Misterius: “Apakah itu, jika orang membuangnya jauh-jauh, ia menjadi kaya?”

Yudhistira: “Hawa nafsu. Dengan membuang hawa nafsu orang menjadi kaya.”

Suara Misterius: “Apakah yang membuat orang benar-benar menjadi brahmana? Apakah kelahiran, kelakuan baik,, atau pendidikan sempurna? Jawab dengan tegas!”

Yudhistira: “Kelahiran dan pendidikan tidak membuat orang menjadi brahmana. Hanya kelakuan baik yang membuatnya demikian. Betapapun pandainya seseorang, ia tidak akan menjadi brahmana jika ia menjadi budak kebiasaan jeleknya. Betapapun dalamnya penguasaan akan kitab-kitab suci, tapi jika kelakuannya buruk, ia akan jatuh ke kastayang lebih rendah.”

Suara Misterius: “Keajaiban apakah yang terbesar di dunia ini?”

Yudhistira: ”Setiap orang mampu melihat orang lain pergi menghadap Batara Yama, namun mereka yang masih hidup terus berusaha untuk hidup lebih lama lagi. Itulah keajaiban terbesar.”

Demikianlah yaksa itu menanyakan berbagai masalah dan Yudhistira menjawab semuanya tanpa ragu. Pertanyaan terakhir yang diajukan yaksa itu langsung berkaitan dengan saudara-saudaranya.

Suara Misterius: Wahai Raja, seandainya salah satu saudaramu boleh tinggal denganmu sekarang, siapakah yang akan engkau pilih? Dia akan hidup kembali.

Yudhistira: (berpikir sesaat, kemudian menjawab) “Kupilih Nakula, suadaraku yang kulitnya bersih bagai awan berarak, matanya indah bagai bunga teratai, dadanya bidang dan lengannya ramping. Tetapi kini ia terbujur kaku bagai sebatang kayu jati.”

Suara Misterius: (Belum puas akan jawaban Yudhistira, yaksa itu bertanya lagi) “Kenapa engkau memilih Nakula, bukan Bhima yang kekuatan raganya enam belas ribu kali kekuatan gajah? Lagi pula, kudengar engkau sangat mengasihi Bhima. Atau, mengapa bukan Arjuna yang mahir menggunakan segala macam senjata, terampil olah bela diri dan jelas dapat melindungimu? Jelaska, mengapa engkau memilih Nakula!”

Yudhistira: Wahai yaksa, dharma adalah satu-satunya pelindung manusia, bukan Bhima bukan Arjuna. Apabila dharma tidak diindahkan, manusia akan menemui kehancuran. Dewi Kunti dan Dewi Madri adalah istri ayahku dan mereka adalah ibuku. Aku, anak Kunti, masih hidup. Jadi Dewi Kunti tidak kehilangan keturunan. Dengan pertimbangan yang sama dan demi keadilan, kubiarkan Nakula, putra Dewi Madri, hidup bersamaku.

 

Yaksa itu puas sekali mendengar jawaban Yudhistira yang membuktikan bahwa ia adil dan berjiwa besar. Akhirnya, yaksa itu menghidupkan kembai semua saudara Yudhistira. Ternyata yaksa itu adalah penjelmaan Batara Yama, Dewa Kematian, yang ingin menguji kekuatan batin dan dharma Yudhistira.

 

No comments