Beban Itu Mengajarkanmu untuk Berbagi dan Beristirahat Sejenak




Aku tahu bebanmu berat.
Berat sekali.

Ibarat memikul beban berat seraya berjalan melewati air. Kaki sudah terbebani oleh arus air yang deras. Ditambah lagi beban berat yang harus dibawa di pundak.

Namun kamu selalu mengatakan kalau aku tak memahamimu. Tak masalah. Barangkali kadang-kadang kamu lupa tentang “99%” yang kita punya. Tentang anugerah besar yang sudah Dia berikan kepada kita.


Kepiting atau Cumi-Cumi, Manakah Pilihanmu?




Kepiting dan cumi-cumi memang sama-sama hewan laut. Keduanya mudah ditemukan di restoran seafood dan pusat pelelangan ikan. Di balik hal sederhana tersebut, ada pesan penting yang ingin disampaikan kepada kita. Iya. Coba kamu ingat-ingat apa perbedaan kepiting dan cumi-cumi. Perbedaannya bukan hanya dari segi filum saja, melainkan juga dari cara bertahan hidup. Kepiting dan cumi-cumi punya “perangai” yang berbeda, yang selanjutnya akan jadi bahan pembelajaran bagi kita.

Karena Aku Berusaha Agar Telinga dan Hatiku Lebih Besar dari Mulutku





Kata orang, karakter itu tak hanya ditentukan oleh faktor genetik saja. Ada hal-hal lain yang tak kalah penting, salah satunya adalah pengalaman hidup dan lingkungan sekitar. Mungkin ada orang yang mewarisi gen ekstrovert dari orang tuanya. Tetapi karena pengaruh lingkungan sekitar dan pengalaman hidupnya, gen ekstrovert tersebut tidak menonjol. Hanya muncul di saat-saat tertentu dengan intensitas rendah.

Semua orang punya pengalaman hidup yang unik dan berbeda dengan orang lain. Pengalaman itu tentu memberikan pembelajaran berharga yang diterjemahkan dengan makna yang berbeda-beda. Meskipun ada dua orang yang mengalami suatu hal pada waktu, tempat, dan kondisi yang sama, penerimaan dan pelajaran yang diperoleh pasti akan tetap berbeda.

Herder Pemberani dan Pom yang Lembut




Di sebuah rumah besar, tinggallah seekor anjing herder dan seekor anjing pom. Mereka dipelihara sejak masih bayi oleh pemiliknya. Keduanya merupakan anjing yang manis dan setia. Kendati demikian, herder dan pom memiliki karakter yang sangat berbeda. Herder memiliki jiwa pemberani, sedikit jahil, dan pandai mengenali tamu yang niatnya tak baik. Sementara pom justru sangat lembut, penurut, dan mudah akrab dengan tamu yang baru dikenalnya.

Hampir semua tamu yang berkunjung ke rumah itu menyukai si pom. Karena pom selalu bertingkah manis, tak peduli siapa pun tamu yang mengunjungi pemiliknya. Lain halnya dengan herder yang sedikit jahil. Dia sering menggoda tamu yang datang ke rumah. Ada yang digondol sepatunya, dijilati betisnya sampai lari tunggang langgang, atau dicakar dengan kukunya yang tajam. Saat bertemu orang yang berniat tak baik, sang herder tak segan untuk segera menggigit orang tersebut.

Sang pemilik merasa agak kewalahan dengan perilaku herder kesayangannya. Suatu hari, ia menasihati si herder secara keras.

“Kamu itu peliharaan yang pintar, setia, dan lucu. Tetapi tingkahmu kerap membuat tamu-tamuku jadi ketakutan. Seharusnya kamu bersikap lebih baik kepada semua orang yang datang. Supaya mereka merasa nyaman ketika bertamu ke sini. Kamu mengerti, kan?”

Mendengar perkataan pemiliknya, herder menjadi sangat sedih. Ia merasa bahwa tuannya itu membenci wataknya yang pemberani.

“Huh, dia tak tahu kalau aku hanya menggigit tamu yang berniat buruk. Sudahlah, mungkin aku harus diam saja. Menjadi penurut seperti si pom yang lembut,” gumam herder.


Suatu hari, sang pemilik rumah pergi berbelanja lebih lama dari biasanya. Hanya ada herder dan pom di dalam rumah. Di tengah suasana sepi tersebut, seorang pencuri yang menyelinap masuk rumah melalui jendela. Pom menghampiri pencuri tersebut dengan wajah bersahabat sembari menggoyang-goyangkan ekornya. Dia sangat kegirangan dan mengira si pencuri itu adalah orang baik yang bisa jadi teman barunya.

Melihat kejadian itu, herder cuma duduk termenung dengan wajah sedih. Dia tak ingin lagi mengganggu tamu yang datang ke rumah. Karena dia sudah kapok dimarahi oleh pemiliknya. Herder hanya pasrah melihat si pom mendekati pencuri yang baru saja masuk ke rumah.

Si pencuri yang tertegun melihat keindahan bulu pom lantas berpikir, “Ah, sepertinya aku tak perlu mencuri TV dan barang berharga lainnya yang berat. Anjing kecil ini ringan dan sangat cantik. Kalau dijual, harganya pasti mahal.”

Usai berpikir sejenak, pencuri bergegas meraih pom dengan kedua telapak tangannya. Tanpa perlawanan, si pom pun diangkat dan siap dibawa oleh pencuri. Tak lama kemudian, terdengar suara grendel pintu berderit. Nah, si pemilik rumah sudah pulang dan sedang membuka pintu.

Sang pemilik rumah sangat kaget melihat pencuri itu sudah menggendong anjing pomnya. Tangan kanannya meraih tongkat pemukul kasti yang terletak tak jauh dari pintu. Tanpa pikir panjang lagi, pencuri segera melepas pom dari tangannya dan keluar lewat jendela yang tadi sudah ia buka. Gerakannya cepat sekali sampai menghilang dari pandangan sebelum sempat dikejar.


Usai kejadian tersebut, pemilik rumah segera menghampiri dua anjing kesayangannya. Ia lantas membelai kepala herder sembari berujar,

“Aku memang menyuruhmu bersikap baik kepada semua orang yang datang. Namun bukan berarti kamu tak boleh waspada seperti biasa. Aku melarangmu untuk langsung menggigit orang, bukan melarangmu menggonggong. Suaramu yang lantang akan membuat pencuri ketakutan dan tak berani masuk ke rumah kita. Kamu juga tak rela kan kalau pom sampai diculik oleh pencuri itu?”

Tak cuma menasihati herder, pemilik rumah juga melakukan hal yang sama kepada pom.
“Sifatmu yang lembut dan penurut membuat banyak orang suka kepadamu. Tetapi jangan sampai sifat itu malah membuatmu lalai menjaga dirimu sendiri. Kalau kamu sudah terperangkap oleh tipu muslihat orang jahat, kami akan kesulitan untuk menyelamatkanmu.”

Pemilik rumah lalu memeluk dua anjing peliharaannya dan berkata dalam hati,
“Kalian berdua adalah kesayanganku. Peliharaan hebat dengan segala kelebihan dan kekurangan masing-masing. Mudah-mudahan kalian senantiasa saling melengkapi dan saling menjaga satu sama lain.”

Kalian yang Terus Berjuang, dengan Segala Kelebihan dan Kekurangan yang Ada.

 

 
 
Sejak aku mengenal kalian, aku tahu kalian selalu berusaha saling memahami dan melengkapi. Masalah demi masalah yang datang, semoga semakin menguatkan hati kalian. Jangan berkecil hati karena kekurangan pada diri sendiri. Masing-masing dari kalian sudah diberkahi dengan kelebihan yang istimewa. Hanya perlu menjadi diri sendiri yang lebih baik lagi dari hari ke hari.

Jangan menghiraukan mereka yang iri dengan kekompakan kalian. Karena kesetiaan dan perjuangan sudah lebih dari cukup untuk menunjukkan kesungguhan hati kalian. Perpaduan kewaspadaan dan tindakan lemah lembut akan menghasilkan kekuatan luar biasa yang tak disangka-sangka. Jadi, herder dan pom kesayanganku sudah tahu kan strategi besar yang mesti diwujudkan di hari-hari berikutnya?

Salam,
Anak anjing nakal, kesayangan herder dan pom.
 









Kalian Itu Bagaikan Duduk di Kedua Ujung Bangku Panjang




Hari ini aku pergi ke Pasar Lama Tangerang. Banyak sekali jajanan yang bisa dinikmati di sana. Cuaca terik siang hari tak menghalangi para pengunjung yang ingin berwisata kuliner. Karena sudah kenyang, aku pun hanya menghilangkan dahaga dengan seporsi es podeng yang rasanya gurih.
Aku duduk di sebuah bangku panjang.

Sudah tahu apa bedanya bangku dan kursi?

Ini bedanya menurut definisi Kamus Besar Bahasa Indonesia :

kur.si (1)
n tempat duduk yang berkaki dan bersandaran
n ki kedudukan, jabatan
kur.si (2)
n Isl. ilmu atau kekuasaan Allah SWT

bang.ku
n papan dan sebagainya (biasanya panjang) berkaki untuk tempat duduk. 

Berdasarkan arti harfiah tersebut, kini kita tahu bahwa yang biasanya disajikan oleh pedagang kaki lima itu bangku. Sebuah bangku panjang yang bisa diduduki oleh beberapa orang. Bukan kursi. 

Aku duduk di bagian tengah bangku itu bersama dua orang lainnya. Di ujung bangku sebelah kiri, ada seorang ibu yang sedang menikmati es podeng juga. Di sampingnya ada tumpukan durian milik pedagang kaki lima lain. Tumpukan durian itu menjulang tinggi. Jaraknya hanya beberapa centimeter saja dari si ibu yang asyik menjilati sendok es podengnya. Sementara di sebelah kananku, ada wanita muda yang asyik dengan semangkuk bakso. Kuah baksonya merah sekali. Asapnya pun mengepul ke udara. Menyebarkan aroma daging sapi segar yang khas.

Selesai menyantap es podeng, aku berdiri dan meninggalkan bangku panjang itu. Setelah beranjak pergi, aku menoleh ke belakang. Kutengok lagi kedua wanita yang duduk di bangku panjang itu. Jika salah satu dari mereka bangun duluan, yang lainnya pasti akan segera jatuh. Sebab masing-masing dari mereka duduk di ujung bangku. Bagian yang sudah berada di luar batas topangan kaki bangku.

Semesta rupanya selalu memberi peringatan dengan gayanya sendiri.

Bila si ibu yang makan es podeng bangun lebih dulu, wanita yang lebih muda akan jatuh. Mungkin kuah baksonya akan tumpah ke sekujur tubuh. Bisa jadi mangkuk baksonya terlempar dan pecah. Sakitnya tak seberapa, tetapi beban malunya pasti sangat besar. Sedangkan bila wanita yang makan bakso itu yang selesai duluan, si ibu yang makan es podeng bisa jatuh menimpa tumpukan durian di sisi kiri tubuhnya. Nah, yang satu ini rasa sakit dan malunya sama-sama besar.

Aku berbalik badan, meninggalkan pemandangan unik di tengah hiruk pikuk tempat tersebut. Ingatanku lantas kembali memutar memori tentang kalian berdua. Karena kalian berdua seperti duduk di kedua ujung bangku panjang. Berusaha saling percaya dan menjaga keseimbangan satu sama lain. Sembari tak lupa sibuk menyelesaikan segala kewajiban kalian.


Bilamana salah seorang dari kalian bangun sendirian, maka seorang lainnya yang masih duduk pasti akan jatuh terjengkang. Merasa sakit, merasa kepercayaannya dikhianati, merasa bahwa tugas-tugas ini terlalu berat untuk dituntaskan sendirian.

Perjalanan ini memposisikan kalian dalam keadaan duduk di kedua ujung bangku panjang.

Alangkah lebih baik jikalau kalian mampu menyeimbangkan posisi setiap saat. Bila ingin berdiri, yakinlah untuk langsung berdiri berdua. Tetapi kalau masih ingin bertahan, duduklah terus dan jangan pernah sekalipun meninggalkan bangku itu. Sambil menyelesaikan tugas-tugas kalian, sesekali kalian mesti menoleh satu sama lain. Yakinkan dia yang berada di ujung bangku lainnya supaya kuat mencapai titik akhir perjuangan.

Orang pintar akan menyelesaikan masalah secara cepat. Tetapi orang bijaksana akan membangun sistem yang bisa digunakan untuk kebutuhan jangka panjang. Aku tahu kalian berdua ingin membangun suatu lingkungan kerja seperti ini :


Sebuah sistem yang stabil, tak peduli siapa pun yang duduk di atasnya. Namun kalian tak usah menyesal bila sampai titik akhir nanti kalian belum berhasil mewujudkan sistem itu. Perjuangan kalian sudah lebih dari cukup. Lebih dari cukup untuk menjelaskan daya tahan dan dedikasi kalian. Masalah demi masalah itu, mudah-mudahan tak membuat salah satu dari kalian memutuskan untuk bangun duluan dari bangku panjang. 

Tipu muslihat memang tak kenal lelah menggoda kalian untuk enyah dari bangku panjang itu. Membuat kalian berselisih dan saling benci sebab tak ada lagi kepercayaan di antara kalian. Namun ada satu hal yang aku tahu. Semesta tak akan lelah mengirimkan bantuan-bantuan tak terduga bagi kalian yang senantiasa berusaha. Jangan marah bila temanmu kelihatan lelah dan ingin mengangkat pantatnya dari bangku. 


Sempat putus asa membujuk temanmu untuk tetap di ujung sana?
Rayu saja Penciptanya yang Maha Pemurah dan Maha Tahu.
Aku dan yang lainnya pun tak akan membiarkan hati kalian melemah.