Diam adalah respon terbaik untuk orang bodoh.

Kebodohan akan menemukan caranya sendiri untuk terlihat.

Kebodohan yang tidak bisa diampuni adalah

ketika salah tetapi masih melakukannya.

Walaupun tidak sefatal kesalahan seperti yang sebelumnya.

Keyakinan dalam dirimu

bahwa kau lebih baik daripada orang lain

adalah kebodohan.

Kebodohan bukanlah sebuah virus,

tapi tetap saja bisa menyebar layaknya virus.

Orang sombong itu umpama orang yang berdiri di atas gunung.

Dia memandang orang lain kecil.

Namun dia tak sadar, orang lain juga melihatnya kecil.

Dalam hidup,

tak salah pun kalau kita bersikap lebih rendah daripada rumput.

Daripada kita bersikap sombong setinggi langit.

Kesombongan dan kelemahan adalah kembar siam.

Manusia asalnya dari tanah.

Makan hasil tanah.

Berdiri di atas tanah.

Akan kembali ke tanah.

Kenapa masih bersifat langit?

Namanya juga hidup.

Waktu senang dibilang sombong.

Waktu susah boro-boro ditolong.

Waktu senang dibilang lupa.

Waktu susah dilupakan.

Sebelum pandemi saya beberapa kali mendapatkan undangan acara untuk kalangan blogger. Biasanya saya hadir karena tertarik dengan temanya atau fee yang lumayan. Sejujurnya, saya nggak terlalu suka menghadiri acara seperti itu. Salah satu hal yang paling nggak saya sukai adalah kehadiran gerombolan blogger hits yang udah saling kenal.

Para blogger hits itu biasanya hadir dengan penampilan yang agak mencolok. Riasan wajahnya menor, bajunya heboh mirip tirai Turki, dan suaranya jelas jauh lebih lantang daripada orang lain yang juga menghadiri acara tersebut. Ketika bertemu, biasanya mereka saling sapa,

“Eeeeeh, Mbak X. Makin cantik iiiih, kangen deh (sambil cipika-cipiki).”

Lalu mulailah basa-basi tai kucing, cekakak-cekikik satu sama lain. Saling puji padahal palsu. Aroma kesombongan menyeruak memenuhi ruangan. Mereka biasanya nyaris nggak memberikan ruang bagi orang lain untuk mengajak ngobrol atau sekadar memperkenalkan diri. Bahkan, mereka juga nggak mau tuh senyum ketika saling kontak mata dengan blogger lain di acara itu. Perabotan nge-blognya juga ribet, sampai bawa laptop. Kayaknya mereka nggak kenal teknologi bikin catetan di smartphone. Makanya, bawa laptop segede gaban sambil sok sibuk ngetik agar dikira blogger profesional. Ups, saya nyinyir banget, ya.

Sumber: Pixabay

Merintis bisnis itu suatu niat baik yang harus disegerakan. Memang sih perjalanan bisnis tidak selalu berlangsung mulus. Biasanya ada saja hambatan yang bikin kelancaran bisnis jadi terganggu. Bahkan, bisnis bisa gagal sebelum dimulai hanya karena keterbatasan modal.

Tahukah kamu kalau kendala modal bisa diatasi dengan berbagai cara?

Jangan sedih dulu memikirkan kebutuhan modal yang besar. Beberapa sumber modal berikut ini dapat menjadi andalanmu untuk merealisasikan bisnis dalam waktu dekat:

Dana Pribadi

Sumber modal bisnis ini merupakan salah satu yang paling lazim dan dikenal banyak orang. Biasanya para pebisnis yang tidak membutuhkan modal besar memutuskan untuk menyiapkan modal dari dana pribadi. Sementara itu, bisnis dengan kebutuhan biaya relatif besar mendapatkan modal dari hasil kolektif para pendirinya (dikenal dengan istilah bootstrapping). Hingga saat ini bootstrapping masih digemari karena membuat bisnis terhindar dari jeratan utang. Pembagian keuntungan bisnis biasanya dilakukan berdasarkan persentase dana yang dikeluarkan masing-masing pendiri bisnis.

Orang goblok itu nggak banyak mikir, yang penting terus melangkah.

Orang pintar kebanyakan mikir, akibatnya tidak pernah melangkah.

Orang pintar biasanya banyak ide,

bahkan mungkin terlalu banyak ide,

sehingga tidak satu pun yang menjadi kenyataan.

Sedangkan orang bodoh mungkin hanya punya satu ide

dan satu itulah yang menjadi pilihan usahanya.

Jangan berprinsip harus ada uang untuk memulai usaha.

Coba dibalik, harus ada usaha untuk menghasilkan uang.

Sesuatu yang didapatkan dengan mudah akan menghilang dengan cara yang mudah juga

dan tentu ini tidak akan membentuk karakter manusia yang tangguh.

Kegagalan adalah bumbu kehidupan,

kegagalan membuat kita bisa menjadi manusia tangguh.