Catatan Hati Seorang Murid : Belajar Arti Persahabatan Di Bangku Sekolah Dasar


Ketika mengenang masa-masa di Sekolah Dasar, mungkin kamu akan mengingat kenangan tentang pelajaran matematika yang menakutkan atau perihal kegiatan menari yang membuatmu canggung setengah mati. Semua kenangan manis maupun pahit melekat kuat dalam ingatan dan seringkali terbawa hingga kamu beranjak dewasa. Kalau kenangan manis bisa mengukir senyum di wajahmu saat mengingatnya, maka kenangan pahit kerap mendatangkan rasa kapok dan melatihmu untuk belajar dari kesalahan.

Melewati hari-hari sebagai anak kecil di Sekolah Dasar tentu memberikan banyak pembelajaran bagi kehidupanmu. Bukan hanya soal mata pelajaran, tapi juga berbagai nilai-nilai kehidupan yang kamu pelajari dari orang-orang di sekelilingmu. Tahun terakhir menyandang gelar sebagai siswi Sekolah Dasar rupanya menjadi momen berharga. Karena di tahun terakhir itu ada sebuah pelajaran berharga yang bisa dipetik dari arti persahabatan.

Kedua ibu guru itu sama-sama mengajar di kelas 6 dengan ruang kelas yang jaraknya terpisah cukup jauh. Meskipun jaraknya jauh, hal tersebut tidak menyurutkan sang guru untuk menyambangi rekannya yang sedang sibuk mengajar di kelas lain. Sekedar meminjam buku catatan atau menyampaikan informasi, percakapan hangat diantara mereka berdua selalu menarik untuk diamati.


Mereka sering melakukan percakapan singkat di teras kelas atau di teras ruang guru. Sesekali sang ibu yang satu mengernyitkan dahi pertanda bingung diiringi dengan senyuman dari sang sahabat. Kadangkala mereka berdua juga menampakkan ekspresi wajah yang serius seperti sedang menyelidiki sesuatu. Selalu ada alasan untuk tersihir melihat obrolan ringan yang dilakukan oleh kedua pendidik tersebut.

Sang guru yang datang mengunjungi sahabatnya ke kelas sering berdiam diri di dekat jendela sambil memandangi sahabatnya dari jarak yang agak jauh. Bagaikan ada kontak batin diantara mereka, sang sahabat yang sedang diamati tiba-tiba bisa menoleh ke jendela kemudian bergegas meraih gagang pintu kelas.

Buku catatan yang ada dalam genggaman tangan juga jadi saksi bisu kedekatan mereka berdua. Karena buku catatan itulah yang merekam semua buah pikiran dan perpaduan pendapat antara dua orang sahabat. Kedekatan di antara mereka berdua juga pernah membuat mereka sepakat untuk saling bertukar kelas saat mengajar. Dan hasilnya, para murid pun dibuat kaget dengan induk kelas yang tidak berada pada tempat seharusnya. Keterkejutan yang disponsori oleh mereka hari itu menjadi bentuk didikan adaptasi bagi murid-murid untuk bertahan di segala perubahan kondisi.

Di sela-sela padatnya kegiatan belajar mengajar, kedua sahabat ini kerap terlihat duduk bersama di kantor guru. Sambil menyantap kue lupis berduaan atau sambil menulis soal-soal ulangan, senda gurau yang penuh makna akan terlontar dari keduanya diiringi dengan sahutan rekan guru lainnya. Masih begitu segar di ingatan ketika melihat mereka berdua sibuk berjongkok dengan rok selutut sambil menggambar orbit tata surya di ubin teras kelas. Begitu pun halnya ketika mereka berdua saling berbisik dan menyusun siasat agar tak mendapat giliran memberikan sambutan di acara perpisahan murid Sekolah Dasar.

Persahabatan mereka berdua yang kini sudah menginjak lebih dari 3 dasawarsa mampu mengajarkan bahwa rekan kerja tidak selalu jadi saingan abadi.

Ternyata rekan kerja bisa jadi sahabat sejati yang mendukungmu untuk meraih mimpi.

Ketika mengejar kesempurnaan karir atau keteguhan idealisme tidak lagi membuat hidupmu berwarna, masih ada celotehan sahabat sejati di sampingmu setiap hari.

Walau tidak ada janji yang terucap sehidup semati, tapi dia akan setia jadi sahabatmu yang pertama kali khawatir dengan kesehatanmu. Tentu saja setelah dia selesai menertawai suaramu yang hilang saat mengajar.

sumber :
www.campus1602.rssing.com
_________________________________________________________________________________

Menyenangkan rasanya ketika di awal Januari yang lalu ada kesempatan untuk “pulang” dan menengok kedua sahabat ini. Setelah lama tidak bertemu, kembali ke Sekolah Dasar terasa persis seperti pulang ke rumah sendiri. Perhatian dari kedua sahabat ini tidak pernah tergerus oleh waktu dan masih dilengkapi dengan senyuman keibuannya yang begitu hangat dan menentramkan sanubari. Bak memperlakukan putra putrinya yang masih kecil seperti beberapa belas tahun yang lalu, mereka memaksa putra putrinya yang sudah dewasa untuk menyantap hidangan makan siang yang sudah disiapkan. Percakapan yang bernada datar namun mampu mengundang senyum pun sempat dilakukan oleh kedua sahabat ini ketika mereka sedang menyantap roti isi.

“Ibu, makan roti rasa apa tuh?”, tanya sang ibu yang seorang pada sahabatnya.    
                         
“Hmm... ini rasa keju kayaknya...”

“Keju? Kok warnanya ada ijo-ijonya?”

“Eh, gak tau deh. Rasa kacang ijo kali.”, tukas si sahabat mengakhiri percakapan seraya menunjukkan ekspresi wajah yang datar.

Oh, betapa rindunya dengan guyonan-guyonan jenaka nan absurd ala kedua sahabat ini. Mohon iringi kami dengan doa-doamu, Bu. Agar di lain waktu kami masih punya kesempatan untuk “pulang” dan kembali menyaksikan tulusnya persahabatan yang telah kalian jalin selama puluhan tahun.

Tentang persahabatanmu yang diwarnai dengan keindahan, perselisihan dan canda tawa, izinkan kami menjadikannya sebagai salah satu pelajaran berharga untuk menjalani kehidupan yang penuh tantangan dan pengkhianatan.

sumber :
www.dailyhappyquote.com













No comments