Memori Hujan di Masa Kecil


Ada satu memori tentang hujan yang sangat membekas dari masa kecil saya. Waktu itu saya masih kelas 2 SD. Saya ingat betul biasanya saya pulang sekolah kurang lebih jam 10.15 pagi. Sepulang sekolah, biasanya saya menunggu mobil jemputan bersama beberapa orang teman lainnya. Hari itu, langit sangat mendung tak seperti biasa. Saya dan dua orang teman saya khawatir akan hujan deras sebelum mobil jemputan tiba.
Ternyata benar saja. Hujan deras mulai turun saat kami masih berada di gang samping sekolah. Tak ada satu pun dari kami yang membawa payung atau jas hujan. Kami bertiga hanya mengandalkan halaman depan rumah orang dengan sedikit atap sebagai naungan. Hujannya makin deras, tetapi kami tidak bisa berbuat apa-apa selain menunggu mobil jemputan.

Tiba-tiba ada satu sepeda motor berhenti di hadapan kami. Pengendaranya seorang pria berperawakan kurus, berkumis tipis, usianya mungkin sekitar 35 tahun. Pria yang sudah mengenakan jas hujan kuning terang tersebut berlari ke arah kami. Dia menyuruh kami bertiga merapat ke dalam jas hujannya. Kami sama sekali tidak mengenalnya tetapi dia berinisiatif melindungi kami dari hujan deras. Rasanya agak deg-degan juga sih saat itu. Karena kami pikir pria itu adalah penculik anak seperti yang ada di sinetron. Ah, dasar. Anak zaman dulu kebanyakan nonton sinetron, ya.
Samar-samar kami dengar suaranya di antara derasnya hujan,

“Adek ngapain kok di sini? Ini ujannya gede lho…”
“Kita lagi nunggu mobil jemputan, Om. Belom dateng nih.”
“Ya udah, kita pake jas ujan barengan, ya. Sampe ujannya berhenti.”

Kami berempat menanti hujan reda sambil terdiam. Dinginnya hujan tak sebanding dengan hangatnya pertolongan yang kami dapatkan dari orang asing tersebut. Kira-kira sepuluh menit kami bernaung di bawah jas hujan sang pria kurus itu. Hingga akhirnya hujan mulai berhenti dan langit kembali terang.
Pria penolong itu kemudian berpamitan kepada kami karena harus melanjutkan perjalanannya. Kami bertiga hanya bisa tersenyum dan berterima kasih banyak atas kebaikan hati si pria kurus. Si pria itu pun tersenyum mendengar ucapan terima kasih kami lalu langsung memacu motornya, pergi menjauh meninggalkan kami.

Om yang baik, di mana pun Om berada saat ini, terima kasih banyak untuk memori hujan di masa kecilku. Dua temanku kemungkinan besar sudah lupa dengan kenangan ini. Namun, aku masih mengingatnya dengan jelas sampai sekarang. Terima kasih sudah menunjukkan bahwa di dunia ini masih ada malaikat tak bersayap. Malaikat yang mau menolong orang lain dengan segenap daya yang dimiliki. Semoga saat ini banyak malaikat-malaikat tak bersayap lainnya yang serupa dengan dirimu. Kebaikan-kebaikan yang kamu contohkan itu pasti akan kembali kepadamu dalam bentuk yang lain.



No comments