Guru merupakan salah
satu sosok penting yang mengawal tumbuh kembang anak-anak. Bukan sekadar
memberikan pelajaran dan uji kompetensi di kelas, kepribadian guru justru lebih
penting dalam membantu mewujudkan akhlak mulia para muridnya. Guru yang cerdas,
menyenangkan, memiliki selera humor yang baik, serta mampu menempatkan diri tentu
akan menjadi guru yang dikenang sepanjang masa. Guru yang baik tidak hanya
mengajar, namun juga mampu mendidikn muridnya dengan bijaksana.
Perbedaan Mendidik dan Mengajar?
Secara harafiah, Kamus
Besar Bahasa Indonesia mendefinisikan mendidik sebagai memelihara dan memberi
latihan (ajaran, tuntunan, dan pimpinan) mengenai akhlak dan kecerdasan
pikiran. Sementara kata ajar diartikan sebagai petunjuk yang diberikan kepada
orang supaya diketahui atau diikuti.
Sumber :
Dengan demikian, kita
tentu bisa menyimpulkan bahwa mengajar hanyalah memberikan petunjuk kepada
murid. Petunjuk untuk menguasai suatu standar kompetensi tertentu sesuai dengan
ketentuan yang ditetapkan oleh lembaga pendidikan. Sedangkan mendidik memiliki
makna yang lebih luas lagi. Mendidik berarti memberitahukan makna dari setiap
kompetensi yang dikuasai oleh murid-murid. Bahwa ternyata kompetensi yang
dipelajari di bangku sekolah masih harus dipadukan dengan akhlak mulia,
kecerdikan, serta kemampuan untuk menjalin komunikasi sosial yang baik.
Makna Mendalam dari Sepenggal Lirik Lagu Tulus
“Kau selalu memuji apa
pun hasil tanganku, yang tidak jarang payah.”
Penggalan lirik dari
lagu Tulus yang berjudul Jangan Cintai Aku Apa Adanya tersebut bukan cuma soal
pasangan kekasih atau suami istri. Nyatanya, guru yang baik dan bisa mendidiknya
muridnya adalah guru yang mahir memuji hasil karya murid-muridnya. Sekecil atau
seburuk apa pun karya yang dihasilkan, apresiasi tetap harus diberikan kepada
si pemilik karya. Setelah itu, barulah apresiasi tersebut diiringi dengan saran
dan pendapat yang sifatnya membangun dan memacu semangat.
Sumber :
www.englishagenda.britishcouncil.org
Mari kita pilih salah
satu yang lebih baik dari dua kalimat berikut ini :
“Ini bentuk gambarnya
gak kayak bebek, Dre. Malah lebih mirip angka 2 yang gak jadi.”
“Wah, gambar bebeknya
Andre bagus juga, nih. Tapi menurut Ibu kayaknya lebih ok kalo gambarnya
digedein trus dikasih sayap-sayapnya gitu. Iya gak, Dre?”
Manakah kalimat yang
lebih baik dan dapat memicu kepercayaan diri seorang murid?
Sang Pendidik Berhati Mulia Itu Selalu
Dirindukan
Sorak sorai bergema di
seluruh penjuru kelas saat guru yang galak, cara mengajarnya membosankan, atau
terlalu otoriter berhalangan hadir di sekolah. Setidaknya ada waktu bebas
selama 1 hari untuk tidak merasakan pengalaman belajar yang menyebalkan. Namun
hal ini tidak akan terjadi seandainya yang berhalangan masuk kelas adalah guru
yang selalu berkomitmen untuk mendidik muridnya.
Rasa senang karena pelajaran
kosong tentu tetap ada, namun euforianya tidak sehebat ketika yang berhalangan
hadir adalah guru yang membosankan. Sebaliknya, murid-murid akan selalu
tertarik menantikan kejutan apa yang akan dihadirkan sang pendidik berhati
tulus ketika masuk ke kelas. Tak akan ada lagu lirik lagu Nidji yang
berkumandang di hati ketika mengharapkan guru berhalangan hadir.
“Oh Tuhan ampunilah
aku. Niat buruk di doa.”
Karena yang ada
hanyalah penantian untuk menyapa kembali sang guru kesayangan di pintu kelas
keesokan harinya.
Itulah hal-hal yang
membedakan aktivitas mendidik dan mengajar. Guru yang mengajar mungkin masih
diingat suatu hari nanti, tetapi guru yang mendidik akan selalu lekat di hati.
No comments