Review Film Akhir Kisah Cinta Si Doel


Saat saya membaca kalimat “Terima kasih untuk 27 tahun yang penuh kehangatan. Kami mohon pamit.” pada trailer film Akhir Kisah Cinta Si Doel, saya merasa cukup sedih. Baru saya sadari kalau kisah si Doel menemani saya seumur hidup, sampai setua ini, dari kecil hingga bangkotan. Memang terdengar lebai sih kalau sampai sentimental karena sebuah drama. Namun, saya yakin kalau banyak penonton yang mempunyai perasaan serupa dengan saya.
Nah, makanya saya jadi tak sabar ingin segera membuat review film Akhir Kisah Cinta Si Doel, langsung sepulang dari bioskop. Tanpa ditunda-tunda lagi, supaya masih segar di ingatan. Tentu saja ulasan ini murni berdasarkan sudut pandang saya yang sudah mengikuti si Doel dari sinetron season satu sampai filmnya selesai.

Angle Kamera yang Masih Ciamik

Sama seperti dua filmnya terdahulu, Akhir Kisah Cinta Si Doel digarap dengan angle kamera yang sempurna. Momen-momen dramatis direkam dengan beberapa angle berbeda. Salah satu adegan yang paling saya suka yaitu ketika Dul kecil datang untuk menginap di rumah Doel. Kamera diposisikan pada bagian dalam oplet agar fokus mengambil gambar Dul kecil yang turun dari mobil. Meskipun film ini cukup sempurna dari segi angle, tetap saja bagian jalan cerita jadi fokus utama yang menuntut penyelesaian terbaik (terutama menurut sudut pandang penonton).

Zaenab Adalah Tokoh Antagonis?

Pada salah satu sesi promo Akhir Kisah Cinta Si Doel di akun Youtube, Maudy Koesnaedi sebagai pemeran Zaenab pernah mengungkapkan bahwa sebenarnya Zaenab adalah tokoh antagonis. Namun, antagonis tak selalu identik dengan marah-marah, membunuh, atau mencelakakan orang lain. Saya cukup tertarik dengan sudut pandang Maudy, sayangnya pembahasan tersebut tidak dilanjutkan lebih jauh karena sesi wawancara berlanjut ke pertanyaan lainnya.
Setelah menonton Akhir Kisah Cinta Si Doel, saya baru paham dengan maksud Maudy. Saya benar-benar melihat seorang Zaenab yang antagonis di balik kelembutannya. Zaenab memang tidak langsung masuk sebagai perebut suami orang (pelakor) saat Doel masih berstatus suami Sarah dulu. Kendati demikian, Zaenab terus-menerus hadir dalam kehidupan Doel, seolah-olah masalah hidupnya tak pernah selesai tanpa campur tangan Doel.
Saya juga beranggapan bahwa Zaenab antagonis karena dia tampak kurang ikhlas sewaktu Dul kecil tinggal beberapa hari di rumah Doel. Keputusannya untuk pergi dari rumah Doel jelas membuat Dul kecil merasa tak enak hati, menganggap Ibu Zaenab minggat dari rumah karena kedatangannya. Selama kurang lebih 90 menit durasi film ini, saya sama sekali tidak melihat raut wajah Zaenab yang bahagia, kecuali pada bagian akhir.
Karakter Zaenab mengajarkan kepada saya bahwa antagonis tak selalu nyata terlihat buruk. Ada kalanya siasat mengalah justru membawa seorang antagonis lebih dekat pada kemenangan. Zaenab selalu berkata dirinya ikhlas jika Doel kembali kepada Sarah, tetapi kenyataan di akhir justru sebaliknya. Betapa mengejutkannya twist di akhir film, sewaktu Zaenab berlari menyongsong Doel. Keliatan sekali kalau Zaenab sebenarnya punya keinginan yang jauh lebih besar daripada Sarah untuk memenangkan Doel.

Atun dan Keegoisannya

Ada adegan Atun bercakap-cakap dengan Zaenab pada bagian awal film. Dalam percakapan tersebut (bagian ini juga dijadikan trailer dalam iklan RCTI), Atun berkata, “Biarpun Sarah pernah nikah sama Bang Doel, jadi ipar Atun, gue tetep dukung elu, Nab.” Mendengar kalimat Atun yang satu itu, ingatan saya langsung melayang-layang, kembali ke episode-episode Si Doel Anak Sekolahan.
Atun sudah lupa, siapa yang banyak membantu keluarganya sejak Doel masih jadi mahasiswa hingga bekerja. Atun juga tidak ingat siapa yang banyak berkorban perasaan dan memberi kasih sayang tulus kepada keluarganya, meminjamkan uang untuk biaya mudik Mas Karyo, mengajak Doel sekeluarga pergi berlibur. Segala kebaikan Sarah seakan terhapus begitu saja karena beberapa tahun terakhir Zaenab membantu merawat Nyak Doel. Kemungkinan besar Atun enggan jika Zaenab tak jadi iparnya lagi karena nantinya ia akan kerepotan merawat Nyak sendirian.

Mandra Masih Jadi Penyegar

Di tengah kisruhnya kisah cinta segitiga Doel, Mandra masih menjadi penyegar yang memancing gelak tawa. Adu adegannya dengan Opie Kumis beberapa kali berhasil membuat seisi bioskop tertawa lepas. Salah satu adegan favorit saya yaitu saat Mandra bercermin mematut-matut diri, di depan Dul kecil dan Abi yang sedang bersantai di kamar. Sudut pengambilan gambarnya sangat menarik dan memperkuat kesan jenaka. Celetukan-celetukan khas Mandra juga masih berhasil mengundang senyum lebar, apalagi saat bertemu dengan Munaroh yang glowing.

Bagaimana dengan Akhir Kisahnya?

Menurut saya pribadi, akhir ceritanya logis meskipun sangat menyedihkan. Logis karena hampir semua pria yang dihadapkan pada situasi demikian pasti akan menentukan pilihan yang sama. Mustahil bila rumah tangga yang sedang dijalani harus hancur hanya karena ingin kembali kepada istri yang sudah pergi selama belasan tahun, apalagi sang istri sedang hamil. Meskipun sebenarnya Rano Karno punya kuasa penuh untuk menentukan hamil atau tidaknya Zaenab pada Akhir Kisah Cinta Si Doel. Satu-satunya adegan yang menghibur dari kisah Doel dan Sarah pada film ini yaitu ketika Doel mengantarkan Dul kecil pulang ke Belanda, lalu menikmati waktu bertiga layaknya keluarga bahagia.
Di sisi lain, saya juga merasa ending tersebut sangat miris. Pengorbanan dan ketulusan Sarah rupanya harus kalah begitu saja, kalah dengan keadaan. Keyakinan tentang cinta sejati ternyata hanya sebatas ucapan manis belaka. Saya mencoba bijak dengan berpikir bahwa dunia Zaenab hanyalah Doel. Bila berpisah dari Doel, Zaenab akan kehilangan semangat hidupnya. Berbeda dengan Sarah yang sangat cerdas, mandiri, dan punya Dul kecil sebagai sumber kekuatan. Melalui karakter Sarah dan Zaenab, saya belajar bahwa yang terbaik sering kali kalah dengan yang terdekat. Sarah adalah terbaik, tetapi Zaenab-lah yang terdekat. Ketulusan acap kali tidak dihargai meskipun sudah mengorbankan segala hal.
Saya rasa Akhir Kisah Cinta Si Doel akan membuat mayoritas penikmat setianya kecewa karena 80% mengidolakan sosok Sarah. Kesedihan Sarah adalah kesedihan bagi hampir semua pencinta kisah si Doel. Terima kasih Cornelia Agatha dan Maudy Koesnaedi yang sudah merawat sosok Sarah dan Zaenab selama 27 tahun. Akhir kisah hidup memang belum tentu mulus dan bahagia sesuai ekspektasi. Namun, di situlah kedewasaan dan keikhlasan untuk melepas akan bertumbuh.



No comments