Saat sudah
terlalu berat untuk bertahan.
Maka
cobalah untuk melepaskan secara perlahan.
Kamu
tak bisa terus berpegang pada sesuatu yang ingin melepaskan dirimu.
Kamu
hanya bisa mencintai apa yang kamu miliki saat masih memilikinya.
Ikhlas
melepas lebih menenangkan.
Daripada
bertahan namun penuh luka,
atau
menanti tanpa kepastian.
Belajar
melepaskan orang yang dicintai.
Sesuatu
yang hanya bisa dilakukan oleh orang-orang yang berjiwa besar.
Semua
yang diikhlaskan
akan
kembali dengan kebaikan yang lebih besar.
Ada
saatnya kau harus melepaskan seseorang,
bukan
karena tidak mencintainya,
tetapi
demi menjaga hati kita sendiri
agar
tidak terluka lagi oleh sikap yang sama dan orang yang sama.
Jangan
tangisi mereka yang meninggalkanmu demi orang lain.
Jika
merasa cukup bodoh melepasmu,
kamu harus
cukup pintar melupakannya.
Melepas
itu seperti mencabut gigi yang berlubang.
Setelah
gigi dicabut, kondisi mulut dan gusi kita membaik.
Tetapi
berapa kali dalam sehari
lidah kita
meraba tempat yang berlubang tersebut?
Mungkin
berpuluh kali dalam sehari.
Hanya karena
sakit gigi sudah hilang,
bukan berarti
kita akan terlepas sepenuhnya.
Lubang
itu akan tetap ada dan sekali waktu kita merindukannya.
Lalu, haruskah
kita simpan gigi tersebut?
Tidak,
karena gigi berlubang hanya akan membusuk,
menyakiti
kita dan menurunkan kualitas hidup kita.
Maka,
cabut dan lepaskan.
Cinta
bukan melepas tapi merelakan.
Bukan
memaksa tapi memperjuangkan.
Bukan
menyerah tapi mengikhlaskan.
Bukan
merantai tapi memberi sayap.
Orang-orang
butuh pulang,
untuk sekadar
melepas lelah dari panjangnya bertualang.
Orang-orang
bertanya kenapa aku tidak pulang?
Aku jawab,
dua lengan yang dulu pernah memelukku erat
sekarang
telah pulang bukan pada tubuhku.
Menderita
karena melekat.
Bahagia
karena melepas.
Tak ada
yang lebih kurang ajar dibanding kamu.
Yang
ketika aku sudah berada pada tahap akhir melepas,
kamu malah
kembali datang mengajakku tertawa dan bercanda.
Bahagia
itu sederhana.
Saat aku
mampu melepas
setiap
hal yang membuatku merasa sakit dan menderita.
Karena
melepas yang hampir tergenggam itu tidak mudah.
Yang datang
akan tetap datang.
Yang pergi
akan tetap pergi.
Yang melepas
akan tetap melepas.
Yang bertahan
akan tetap di sini.
Bukan tentang
sesuatu yang hilang,
tapi
tentang keikhlasan melepas pergi.
Setelah
kita kehilangan segalanya,
barulah
kita bisa bebas melakukan apa saja.
Saat
kumenangis, kuingin melepas segalanya.
Namun
bibir tetap bungkam sehingga memilih diam.
Yang disemogakan
memang tak melulu diperkenankan.
Yang ditatap
tak akan selalu menetap.
Sampai
pada titik di mana merelakan ialah selalu menjadi
bagian
dari hidup yang tak bisa kau hindari.
Dan membuatmu
mengerti bahwa
melepasnya
adalah caramu untuk juga turut berbahagia.
Jangan
ragu melepas merpati untuk terbang.
Karena
yang terbaik akan selalu pulang.
No comments