Saya termasuk salah seorang penggemar Alm. Suzzanna Martha Frederica Van Osch. Film-filmnya yang diputar kembali di televisi selalu menemani masa kecil saya. Seingat saya dulu film Beliau nggak mendapatkan banyak sensor ketika tayang di layar kaca. Sayangnya, lambat laun sensor yang sebenarnya tidak penting terus-terusan bertambah hingga durasi filmnya makin pendek.
Sama seperti ketika hendak menonton film Suzzanna Bernapas Dalam Kubur, saya kembali penasaran kala mendengar kabar bahwa film serupa dirilis awal Agustus 2023. Luna Maya yang dirias ala Suzzanna rupanya jadi pemeran utama yang berhasil menggelitik rasa ingin tahu saya maupun penggemar Alm. Suzzanna lainnya.
Riasan ala Si Ratu Horor yang Masih Terasa Palsu
Menurut saya sebagai penonton, riasan Suzzanna (Luna Maya) di film ini masih sama dengan film sebelumnya, terkesan palsu dan tempelan. Olahan prostetik itu memang berusaha meniru setiap sisi wajah Alm. Suzzanna secara maksimal. Sayangnya, usaha itu bikin wajah Suzzanna jadi terkesan kaku, bahkan susah banget ketawa lepas. Masa lagi bercanda sama pacar bukannya ketawa lepas karena bahagia malah ketawa karir yang bibirnya ketahan gitu. Lagi pula ada beberapa adegan yang memperlihatkan warna kulit wajah Suzzanna lebih putih daripada warna lehernya. Waduh, mukanya pektay.
Pada suatu acara talk show TV, Luna Maya pernah menjelaskan bahwa riasan di film ini berbeda dengan film Bernapas Dalam Kubur. Pada film Bernapas Dalam Kubur, riasan Suzzanna menampilkan wanita berusia 30 tahunan, sedangkan film Malam Jumat Kliwon menunjukkan wanita berusia 20 tahunan. Lebih muda dan lebih kinyis-kinyis. Begitulah kira-kira.
Riasan yang kurang natural bikin saya mikir keras setelah nonton film. Apakah prioritas film ini hanya sekadar menawarkan cita rasa nostalgia tentang aktris legenda film Indonesia atau karya orisinal yang menyuguhkan konsep segar?
Kira-kira penonton yang jumlahnya segambreng itu bakal mau nonton nggak ya kalau Luna Maya nggak dirias menyerupai Suzzanna?
Banyak Blunder yang Harusnya Bisa Lebih Baik
Saya ngerasa kalau alur cerita Suzzanna Malam Jumat Kliwon terbilang banyak kekurangan dibandingkan Suzzanna Bernapas Dalam Kubur. Ada beberapa blunder yang sebenarnya dapat diperbaiki jika alur cerita disusun lebih teliti. Contohnya, kematian Suzzanna disembunyikan tapi jasadnya malah dikubur lengkap dengan papan nisan.
Ini maunya gimana sih sebenernya woyyy?
Keanehan juga terjadi pada si Asisten Rumah Tangga (ART) bernama Ratih (Taskya Namya). Saat baru mengungkapkan kematian Suzzanna ke Surya (Ahmad Megantara), Ratih mengatakan nggak ingin ikut campur terlalu jauh karena dirinya takut. "Orang kecil" yang merasa ribet kalau keseret-seret masalah orang kaya. Eh, kok yang terjadi malah sebaliknya. Ratih seakan mengorbankan diri ketika Surya berhadapan dengan dukun bernama Jaya. Dukun tersebut adalah sosok yang diminta istri pertama Raden Aryo, Minati (Sally Marcellina) untuk menyantet Suzzanna.
Nah, ada yang aneh juga nih soal Ratih dan Jaya. Ratih sih emang nguping percakapan Jaya dan Minati tentang kebangkitan Suzzanna. Tapi kok tiba-tiba Ratih juga langsung tahu letak rumah Jaya dan bisa ngajak Surya ke situ.
Berbagai Latar Tempat yang Estetik
Pembahasan selanjutnya yang nggak boleh dilewatkan adalah latar tempat. Saya nggak merasa bermasalah dengan latar tempat film horor ini. Semua lokasi tampak sangat estetik, termasuk adegan pernikahan Raden Aryo (Tio Pakusadewo) dan Suzzanna serta pesta rakyat menyambut panen yang mengecoh para pengawal sang juragan. Semua terkesan sangat niat, mewah, tetapi tidak berlebihan. Pokoknya grande.
Duo Hansip dan Tukang Bakso: Pemberi Sentuhan Humor yang Agak Ngeselin
Banyak penonton film ini yang merasa sangat terhibur dengan kehadiran duo hansip, Rojali (Opie Kumis) dan Japra (Adi Bing Slamet) yang menyisipkan humor-humor segar. Karakter Rojali yang dominan pelupa memang cukup kuat sehingga turut memengaruhi alur cerita. Kekacauan demi kekacauan acapkali terjadi saking pikunnya si hansip berkumis. Sayangnya, mengandalkan karakter pelupa untuk menggerakkan alur cerita malah terasa bodoh. Bukankah lebih baik jika si pelupa berusaha bicara dengan gayanya sendiri daripada diberi selembar kertas yang akhirnya terbang ke comberan?
Kebodohan Rojali juga terjadi saat Japra menyuruhnya menyeduh “jahe bubuk” untuk Suzzanna. Rasanya si Rojali bukan jadi sekadar pelupa, melainkan idiot. Satu lagi yang menggelitik untuk dikritik adalah tukang bakso yang buta. Punchline pertama tentang tiba-tiba buta cukup menyegarkan. Namun, punchline itu digunakan dua kali sehingga terasa agak membosankan. Bukankah kita tidak bisa tertawa dua kali sewaktu mendengar cerita lucu yang sama? Tuturan cerita yang kedua seakan agak basi.
Satu lagi yang mau banget saya bahas adalah niat Surya menitipkan Suzzanna di rumah Rojali agar tidak menyebabkan kisruh di kalangan warga. Pak Surya, tolonglah ya mikirnya serius dikit. Suzzanna kan udah jadi setan, bisa ngilang, bisa terbang, bisa nyamar. Ngapain pula dititipin di rumah hansip. Selanjutnya pun nggak ada jalan cerita yang menggambarkan si Suzzanna disimpan di rumah Rojali.
Plot Twist Anti Klimaks di Akhir Cerita
Adegan Suzzanna berdarah-darah dengan latar kobaran api cukup menarik, sekilas menyerupai adegan populer di film Carry White. Di sisi lain, saya nggak nyangka kalau keputusan Surya akhirnya malah begitu. Alangkah lebih baik jika chemistry antara Surya dan Suzzanna dibangun secara lebih kuat lagi agar penutup cerita jauh lebih berkesan di hati.
Lebih herannya lagi, Surya malah membohongi sang iblis dan si iblis kok ya malah pasrah aja. Biasanya cerita-cerita soal pesugihan atau perjanjian dengan iblis tuh akan berujung apesnya manusia karena iblis ingkar janji. Ini si iblis justru legowo ketika Surya mangkir. Berarti manusia lebih nakutin daripada iblis ya, buktinya iblis aja bisa dibohongin. Ah, sudahlah.
Malam Jumat Kliwon terasa kurang mengena dibandingkan Bernapas Dalam Kubur. Cerita bercabang ke mana-mana, tentang Suzzanna dan dendamnya, Surya dan keinginannya hidup bersama Suzzanna, Raden Aryo dan obsesinya untuk punya keturunan, hingga kecemburuan Minati terhadap madunya. Eksekusinya memunculkan banyak ambigu dan penyelesaiannya tidak memberikan sensasi puas. Perilaku Surya menunjukkan bentuk cinta yang egois sekalipun kekasihnya sudah meninggal. Suzzanna jadi hantu penasaran yang mahir membunuh dengan tangannya sendiri alih-alih menyiksa psikologis korbannya seperti yang dilakukan pada film Bernapas dalam Kubur.
Padahal ekspektasi saya cukup tinggi sebab film ini sempat tertunda pandemi sehingga sepatutnya penggarapan bisa lebih matang. Namun, tak ada salahnya mencoba menikmati film ini bila Anda termasuk penggemar Suzzanna. Setidaknya film ini tetap jauh lebih baik daripada aneka film horor mesum yang ceritanya selalu ngawur.
Intinya, saya masih berharap ada lanjutan film bertema Suzzanna berikutnya yang diperankan Luna Maya. Semoga nanti film-film berikutnya bakal lebih baik lagi dari berbagai segi elemen cerita. Film berikutnya kalau mengangkat tema tentang Nyi Blorong, Nyi Roro Kidul, atau Ratu Sakti Calon Arang kayaknya bakal seru banget, ya.
No comments