Saya sedang naik pitam saat membuat tulisan ini. Jadi ceritanya sehari lalu Ibu saya ikut kelas poundfit yang diadakan di salah satu mal. Meskipun masih di area Tangerang, lokasinya agak jauh dari rumah. Namun, soal olahraga tentu saya tak akan melarang karena kegiatan itu jelas baik untuk kesehatan.
Ibu saya mendapatkan info acara tersebut dari salah seorang teman poundfit satu sanggar yang juga pelanggan usahanya, selanjutnya kita sebut saja Tika. Mereka rencananya naik taksi online dan saya diminta ikut, tapi saya tolak. Hari libur usaha yang seminggu sekali itu buat saya adalah self healing karena tak perlu bermanis-manis dengan pelanggan. Jadi, tentu saja saya nggak mau ikut karena ingin mengisi hari libur dengan kegiatan yang menurut saya menyenangkan.
Tika excited ikut acara poundfit itu karena bertepatan dengan hari raya Iduladha sehingga dia juga lagi libur kerja. Mereka janjian patungan bayar taksi online berdua. Awalnya, Ibu saya yakin banget kalau Tika nggak bakal lama-lama di mal karena dia punya balita yang akan ditinggal di rumah. Tika pun berkata demikian, hanya akan pergi berdua dengan Ibu saya saja. Tapi tahu nggak apa yang terjadi di hari H acara?
Si Tika ngajak suami dan anak sulungnya yang sudah SD untuk ikutan pergi ngemal dong. Sementara itu, anak keduanya yang masih balita dititip ke ibunya sehingga dia leluasa bepergian agak lama. Dia memutuskan bayar ongkos pergi sebesar Rp60 ribu, harga yang cukup murah karena berangkat sekitar jam 2 siang. Setelah sesi poundfit berakhir pada jam 5 sore, Ibu saya disuruh menjaga barang-barang Tika sebentar sedangkan dia malah keliling mal sama suami dan anaknya.
SEBENTAR KATANYA, sampai kurang lebih jam 6 sore baru pulang. Saya tahu sebenarnya Ibu saya nggak senang, hanya saja dia nggak mengungkapkan secara gamblang tapi dia langsung chat saya. Nah, saya sih bilang sukurin aja karena kok mau-maunya pergi sama “orang asing”, maksudnya bukan teman main atau tetangga yang sering pergi bareng. Saya tawarkan pesan taksi online atau ojek motor online supaya bisa lekas pulang sendirian, eh Ibu saya menolak karena kata Tika sebentar lagi juga bakal pulang.
Tunggu dulu, ini bukan klimaks cerita yang bikin saya emosi, masih ada satu lagi. Ongkos taksi online untuk perjalanan pulang lebih mahal karena berlangsung di jam sibuk, nilainya Rp85 ribu. Perjalanan pulang itu malah disponsori Ibu saya dengan transfer duit sebanyak Rp90 ribu ke Tika.
Menurut ngana ini konsep patungannya gimana woy?
Kalau patungan bukannya harus dihitung totalnya baru dibagi sama rata, ya?
Pergi cuma sendiri sedangkan orang lain malah ngangkut rombongan keluarga, olahraga cuma 1 jam terus disuruh jagain barang-barangnya 1 jam juga, eh bayar ongkosnya lebih mahal dong. Saya yang kebagian cerita di penghujung hari akhirnya emosi sendiri, tapi Ibu saya bilang itu pelajaran buat dia supaya lain kali sebisa mungkin nggak pergi sama “orang asing” lagi.
Tuh kan, saya bilang juga apa. Saya tuh udah nggak respect sama mayoritas manusia.
Busuknya kerap melebihi buah, curang dan rakusnya sering melebihi binatang.
Katanya punya akal budi dan hati nurani sebagai makhluk paling sempurna di muka bumi, tapi urusan mengakali nyatanya paling ahli.
Yang satu curang mau menang banyak, yang satu lagi gaharnya di kandang doang, giliran ngadepin orang busuk malah melempem.
Padahal, beberapa hari sebelumnya saya sudah kasih info ke Ibu saya tentang event poundfit di mal yang posisinya lebih dekat dengan rumah. Kalau pergi tanpa orang lain sih saya mau aja menemani, tapi kalau bareng orang yang nggak terlalu akrab dengan saya ya nggak maulah.
Intinya, jangan jadi orang yang mencurangi dan jangan pernah mau dicurangi.
Jangan goblok-goblok amatlah ya pokoknya.
Mari hidup sewajarnya.
No comments