7 Hal yang Kemarin Aku Pelajari dari Kamu, Dik!






Bagiku kembali ke sekolah selalu menyenangkan. Bisa duduk manis di pilar batu itu saja sudah bahagia. Apalagi kalau berkesempatan untuk masuk ke gedung bahkan kelasnya. Hari itu, 5 Agustus 2016, aku berusaha menepati janji yang kubuat di tahun lalu. Janji sederhana itu terasa begitu istimewa bagiku. Karena sudah bertahun-tahun aku tidak menginjakkan kaki di kelas.

Kupikir aku sudah lupa bagaimana caranya menghadapi banyak orang. Terlebih orang-orang yang usianya jauh di bawahku. Keresahan itu aku rasakan sembari tercenung di atas pilar. Ketika matahari menampakkan terangnya, keresahan itu masih belum hilang. Namun sungguh di luar dugaan. Hal-hal kecil yang kujumpai sepanjang hari itu memberikan banyak pembelajaran baru.
 
Ingin tahu hal-hal apa saja yang aku pelajari dari kalian, Dik?


Menyapa Orang Duluan Tidak Pernah Ada Ruginya

 

Jam menunjukkan pukul delapan kurang sepuluh pagi. Aku sudah duduk di ruang guru, sembari menatap layar laptop. Materi presentasinya sudah rampung sejak beberapa hari lalu. Aku tak lagi merisaukannya. Yang merisaukan justru tentang tanggapan adik-adik kecil yang akan kuhadapi nanti.

Tiba-tiba ada dua laki-laki kecil mengetuk pintu ruang guru. Yang satu berkacamata, sedangkan yang satu lagi tidak. Keduanya ingin mengambil remote AC yang letaknya tidak jauh dari tempat dudukku.
“Permisi, ini Kak Mel, ya?” adik kecil itu bertanya sambil meraih remote AC.

“Lo… kok tau?” aku kebingungan sembari tersenyum kecil.
“Kok elo tau, sih?” si adik yang tidak mengenakan kacamata bertanya pada temannya.
“Ih, kan udah dikasih tau Ibu. Permisi ya, Kak.”

Wah, rasanya lucu. Adik-adik kecil yang baru kenal namaku saja sudah berani menyapa dengan cara yang santun. Dari situ aku mulai berpikir, bahwa menjadi seperti anak kecil memang tidak ada salahnya. Menyapa orang duluan tidak pernah ada ruginya.

Kesan Pertama Memang (Harus) Menggoda

 

Saat masuk ke kelas pertama, aku sibuk memikirkan kesan pertama yang menakjubkan. Dimulai dengan memasangkan kabel proyektor dan pengeras suara ke laptopku. Adik-adik kecil itu menunjukkan ekspresi tertegun saat melihat halaman pertama materi presentasi. Ya, begitulah. Kurasa kesan pertama memang harus menggoda. Karena kesan pertama merupakan awal yang membawa kita untuk berinteraksi lebih akrab lagi. Walaupun aku dan kalian belum pernah bertemu sebelumnya.

Perantara yang Tepat Memang Menyemarakkan Suasana

 

Nyaliku mungkin terlalu kecil untuk berada sendirian di kelas bersama kalian. Itulah sebabnya aku meminta Ibu untuk tetap bersama dengan kita sepanjang jam pelajaran. Ternyata perantara yang tepat memang menyemarakkan suasana kan, Dik?

Ibu mengenal aku dan kalian dengan baik. Kalian bebas bertanya mengenai aku kepada Ibu. Begitu pun halnya dengan aku yang kemarin menjawab pertanyaan-pertanyaan kalian tentang Ibu di zaman dahulu. Kalian beruntung punya dia yang senantiasa menyemarakkan suasana belajar di kelas. Sebuah keberuntungan yang juga aku dapatkan beberapa tahun lalu.




Orang yang Baru Dikenal Tidak Selalu Buruk, Justru Mungkin Ada Hal-Hal yang Bermanfaat

 

Kalian baru kenal denganku. Kurang dari satu jam yang lalu. Tetapi tawa dan senda gurau kalian bersamaku terasa sangat mengesankan. Barangkali tawa dan canda itu jarang aku dapatkan dari mereka yang sudah kukenal bertahun-tahun. Ternyata bahagia itu memang sederhana ya, Dik. Sesederhana tertawa dan berbagi cerita dengan orang yang baru kalian kenal.

Mungkin hingga saat ini orang tua masih mengajarkan jikalau kita tidak boleh langsung percaya dengan orang yang baru dikenal atau tidak dikenal. Kendati demikian, hari Jumat kemarin pandanganku soal pernyataan itu agaknya berubah. Tidak jadi masalah untuk menjalin interaksi dengan orang yang baru dikenal. Asalkan kita mengenal orang itu di waktu, tempat, dan kondisi yang tepat.

Kritik Memang Sangat Dibutuhkan. Supaya Kita Sadar untuk Memperbaiki Diri

 

Di kelas yang kedua aku sempat agak kaget, Dik. Kalian bilang paragraf yang aku tulis itu salah karena kalimat pertamanya tidak menjorok ke dalam. Ups. Aku memang salah. Untungnya ada Ibu yang menyatakan kalau ada jenis paragraf yang kalimat pertamanya tidak perlu menjorok ke dalam.

Pembelaan itu bukan tanpa alasan sih. Sebab pada kenyataannya bertahun-tahun belakangan ini aku memang membuat paragraf dengan cara mengetiknya di laptop. Tanpa kalimat pertama yang letaknya menjorok ke dalam. Kritik dari adik-adik kecil itu sangat bermanfaat lo. Hingga akhirnya aku tidak mengulangi kesalahan yang sama saat memasuki kelas ketiga.

Memposisikan Diri Jadi Pendengar yang Baik Itu Sangat Penting

 

Menghabiskan waktu dengan kalian hari itu terasa begitu menyenangkan. Kalian suka bercerita mengenai kesulitan dan kejadian-kejadian lucu sewaktu kalian belajar. Hari itu aku berniat untuk berbagi sedikit pengalamanku sebagai orang yang lebih tua. Aku menempatkan diriku sebagai murid yang pernah mengalami hal-hal yang kini sedang kalian alami. Biarpun begitu, aku tidak ingin menjadi sosok jemawa yang sibuk berceloteh tentang pengalamanku sendiri. Bagiku, menjadi pendengar cerita kalian malah lebih mengasyikkan. Karena aku juga pernah mengalami kelucuan demi kelucuan itu semasa kecil.

Sejumlah Bantuan Kecil yang Sangat Menguatkan

 

Bantuan demi bantuan dari tangan-tangan kecil kalian sudah mulai menolongku sejak aku masuk ke kelas kalian. Ya, sejak aku bahkan belum memperkenalkan diriku secara resmi kepada kalian. Di akhir sesi belajar kita, kalian pun masih sibuk membantuku untuk melepas kabel pengeras suara dan proyektor serta mengembalikan pengeras suara ke dalam kotaknya. Beberapa di antara kalian juga dengan senang hati membawakan laptop, mouse, dan tasku sampai ke ruang guru. 

Dik, kamu pasti tidak tahu. Bahwa sewaktu aku seusia kalian, aku benar-benar tidak sebanding dengan kalian. Jangankan untuk membantu orang yang baru kukenal, menyapa orang yang sudah lama kukenal pun membuat aku berpikir keras sebelum melakukannya. Kalian semua sangat hebat, cerdas, dan sopan. Suatu hari nanti kalian pasti akan menjadi orang yang jauh lebih hebat dari aku.


“Kak Mel dulu waktu kecil gimana sih, Bu?”

“Aspek penilaian kita kan ada empat, ya. Ada aspek mendengarkan, berbicara, membaca, dan menulis. Buat aspek mendengarkan, membaca, dan menulis sih Kak Mel juara. Tapi kalo aspek berbicara mah kurang. Soalnya Kak Mel dulu tuh dieeeeeeeeem banget.”

Bertemu kalian hari itu rupanya menjadi momen super istimewa bagiku. Keramahan dan antusiasme kalian sudah membantu aku untuk lulus dari penilaian aspek berbicara. Sebuah penilaian yang tertunda 14 tahun lamanya.


Hormati dan sayangi dia yang sudah mengajakku bertemu dengan kalian, Dik. Tanpa dia, belum tentu kalian bisa sehebat dan secerdas sekarang. Tanpa dia, aku pun tidak akan menjadi aku yang kalian temui di sekolah pada hari itu.











No comments