Kisah Dua Petani dan Hasil Panennya





Di sebuah desa yang subur, hiduplah dua orang petani yang saling mengenal satu sama lain. Petani pertama memiliki sebidang tanah yang ukurannya tidak terlalu besar. Namun petani pertama tersebut hidup dengan bahagia. Setiap hari ia rajin merawat tanaman di lahan pertaniannya. Sehingga tanah tersebut menghasilkan panen yang melimpah dan berkualitas baik.

Sementara itu, petani kedua mempunyai tanah yang sangat luas. Lahannya yang berpuluh-puluh hektar itu ditanami aneka jenis tanaman. Kendati demikian, petani kedua tidak pernah hidup gembira. Ia selalu dibayang-bayangi oleh kebahagiaan sang petani pertama. Tanahnya tak seberapa luas tetapi mengapa hasilnya sangat melimpah dan berkualitas. Si petani pertama itu juga tak pernah mengeluh, kelihatan bahagia setiap hari. Demikian pikir si petani kedua.


Karena rasa iri dan keingintahuan yang sangat besar, si petani kedua menyelinap masuk ke rumah petani pertama. Ia mengamati rutinitas si petani pertama. Tak ada yang aneh. Petani itu memang hidup bahagia bersama keluarganya dalam keadaan sederhana. Selalu berkumpul bersama di rumah sembari berbagi cerita dan saling membantu.

Hasil pengamatan itu malah membuat si petani kedua jadi semakin keheranan. Ia memutuskan untuk menyelinap ke rumah petani pertama setiap hari. Hari demi hari, yang terlihat hanyalah kebahagiaan. Teman-teman satu desa yang sudah merantau ke kota pun sesekali datang mengunjungi si petani pertama. Mereka asyik bersenda gurau sambil menikmati jamuan makan yang disiapkan si petani. Tak ada satu pun rahasia besar yang disimpan petani pertama tentang sesuatu yang membuat hasil panennya melimpah. Setiap hari ia hanya merawat lahan pertaniannya sepenuh hati. Menyisihkan bibit-bibit terbaik untuk ditanam kembali pada musim berikutnya.




Musim panen kali ini sudah hampir usai. Namun petani kedua tak menanami lahannya. Ia malah terus-menerus sibuk mengamati perilaku petani pertama. Akhirnya tibalah hari panen yang sudah dinantikan. Hasil panen petani pertama sangat melimpah dan berkualitas seperti musim-musim panen sebelumnya. Saat itu, petani kedua baru sadar bahwa ia telah melewatkan satu musim panen cuma demi mengintai keseharian si petani pertama. 

Semua sudah terlambat. Beberapa hari setelah petani pertama memanen hasil pertaniannya, hujan badai dan angin kencang terjadi selama beberapa minggu. Kegiatan bercocok tanam pun tak bisa dilakukan sampai musim tanam berikutnya tiba. Sang petani pertama masih berbahagia dengan keluarganya di rumah. Ia baru saja selesai menjual hasil panennya. Bahkan ia juga sudah menyiapkan sebagian hasil panen untuk persediaan makanan di rumah.

Lantas bagaimana dengan si petani kedua?

Ia merana sendirian di tempat tinggalnya. Terlambat menyadari kebodohan dan sifat siriknya terhadap si petani pertama. Kebodohan yang membuat dirinya kelaparan tanpa sedikit pun sisa bahan makanan di rumah. Lahan pertaniannya yang sangat luas sebenarnya bisa dimanfaatkan untuk mendulang rezeki. Kini, untuk ke luar rumah dan meminta makanan dari petani pertama pun ia sudah tak sanggup. Selain terhalangi hujan badai yang tak kunjung berhenti, tubuhnya pun kian melemah. Akhirnya, petani kedua pun mati kelaparan di rumahnya sebelum cuaca buruk usai.


Wahai semestaku, masa-masa sulit dan “cuaca buruk” yang kalian alami memang belum berlalu. Masih ada yang mengintai dan membayangi kalian meskipun kalian tak tahu kesalahan apa yang kalian lakukan. Pesanku hanya satu. Masih sama seperti pesan-pesanku yang terdahulu. Rasa penasaran kalian memang manusiawi. Namun kalian hanya perlu fokus kepada diri sendiri. Teruslah menanam kebaikan demi kebaikan seperti yang biasanya kalian lakukan. Nanti bibit-bibit yang kalian tanam itu pasti menjelma jadi hasil yang melimpah.


Mulutnya terlalu kelu untuk mengungkapkan kekagumannya kepada kalian. Jadilah dia mengagumi dengan caranya sendiri. Mengagumi dan tak habis pikir mengapa ada orang-orang sehebat dan senekat kalian.


Biarkan dia mengintai kalian detik demi detik. Kalian tak perlu berbalik penasaran dengan niatnya. Biarkan dia tahu bahwa kebahagiaan itu memang pantas kalian miliki.

“Percayalah segalanya telah diatur semesta. Agar kita mendapatkan yang terindah.”

 

 








1 comment