Pada zaman dahulu kala di sebuah daerah yang makmur, ada
seorang raja yang sangat gemar berburu. Sang raja senantiasa membawa banyak
pengawal dan tabib kepercayaannya ketika pergi berburu. Suatu hari saat sang raja berburu
hingga larut malam, jarinya terluka karena gigitan seekor ular sendok.
Raja mulai jatuh sakit setelah jarinya digigit ular. Tubuhnya
panas dingin, lemas, dan ia pun tak nafsu makan. Jarinya yang tergigit ular
mulai membiru dan terasa sangat nyeri. Saat tabib memeriksa kondisi
kesehatannya, raja bertanya,
“Bagaimana keadaanku, tabib? Apakah luka gigitan ular ini
semakin memburuk?”
Tabib kerajaan pun menjawab, “Baik atau buruk, siapa yang
tahu?”
Ah,
jawaban seperti itu tentu saja tidak diinginkan sang raja. Obat yang diberikan
tabib rupanya tak manjur menyembuhkan jari raja. Beberapa hari kemudian, jari
sang raja mulai membusuk dan menimbulkan bau tak sedap. Tubuh raja yang kian
lemah pun sudah hampir tak sanggup menahan rasa sakit. Melihat kejadian itu,
sang tabib kerajaan akhirnya memutuskan untuk mengamputasi satu ruas jari sang
raja.
Saat
siuman, raja sangat murka melihat satu ruas jarinya hilang karena amputasi. Raja
memberikan titah kepada pengawal istana untuk menjebloskan si tabib tua ke
penjara bawah tanah. Setelah kesehatannya membaik, raja menghampiri si tabib
yang sudah mendekam di penjara.
Raja berseru kepada tabib,
“Gara-gara kamu, aku harus kehilangan satu ruas jariku. Sekarang aku jadi cacat. Kalau bukan karena kamu, mungkin jariku masih bisa diselamatkan.”
“Gara-gara kamu, aku harus kehilangan satu ruas jariku. Sekarang aku jadi cacat. Kalau bukan karena kamu, mungkin jariku masih bisa diselamatkan.”
“Baik atau buruk, siapa yang tahu?”
“Dasar tabib gila. Aku tak mau mendengar ocehanmu. Aku
menyesal mempercayai tabib seperti kamu. Sekarang diamlah di sini, renungkan
hasil perbuatan burukmu .”
Beberapa bulan setelah memasukkan tabib ke penjara, raja
mulai rindu dengan hobi berburunya. Sehingga raja pun memutuskan untuk masuk ke
hutan bersama para pengawalnya. Kali ini raja ingin menjelajahi hutan ke bagian
yang lebih dalam. Di tengah hutan, raja bertemu dengan sekelompok suku
pedalaman. Jumlah mereka banyak sekali sampai para pengawal raja tak sanggup
menghadapinya. Raja berhasil diculik oleh suku tersebut dan dibawa untuk
dijadikan korban persembahan bagi dewa mereka.
Ketika kelompok suku pedalaman itu memeriksa tubuh raja,
mereka terkejut dan marah karena mengetahui ada satu ruas jari raja yang putus.
Mereka tak bisa mengorbankan persembahan yang fisiknya tidak sempurna. Tentu
saja mereka tak ingin membawa para dewa murka dan menurunkan kutukan bagi suku
mereka.
Raja pun akhirnya dilepaskan dalam keadaan hidup. Dengan
sisa-sisa tenaga yang ada, sang raja berusaha menempuh jalan pulang ke
kerajaannya. Setibanya di kerajaan, sang raja langsung menuju ke penjara untuk
menemui tabib.
“Tabib, aku hampir saja dibunuh oleh suku pedalaman hutan
saat aku berburu. Namun mereka tidak jadi mengorbankan aku sebagai persembahan
saat melihat jariku yang cacat. Baik atau buruk memang tidak ada yang tahu. Aku
menyesal telah memenjarakanmu. Harusnya aku berterima kasih kepadamu. Hari ini
juga kamu akan dibebaskan dari penjara.”
Melihat rajanya yang sumringah, sang tabib mulai berbicara
dengan tenang,
“Baik atau buruk, siapa yang tahu?
Keputusan raja untuk memenjarakan hamba justru sangat baik
bagi hamba. Setiap kali raja berburu, hamba pasti setia mendampingi. Hamba akan
ikut tertangkap saat mengikuti raja masuk ke tengah hutan. Jika suku pedalaman
itu mengetahui bahwa jari raja tidak lengkap, mereka pasti akan melepaskan raja
dan mengorbankan hamba sebagai gantinya.”
Cerita diadaptasi dari:
Brahm, A. 2016. Si
Cacing dan Kotoran Kesayangannya. Jakarta: Awareness Publication.
Baik atau Buruk Memang Belum Ada yang Tahu
Hari-hari penuh beban memang sedang kalian jalani.
Warna-warninya kian lengkap meskipun didominasi nuansa kelabu. Ada air mata
yang berusaha ditahan ketika menerima perlakuan yang menyakitkan. Ada pula air
mata yang diam-diam jatuh karena ketidakadilan yang diterima pemimpin sekaligus
sahabatnya. Semua memang terasa sakit. Seperti panah yang tiba-tiba melesat dan
menghujam hulu hati saat situasi sedang tak bisa ditebak. Namun, ada satu hal
yang harus kalian ingat hari ini:
Baik atau buruk, siapa yang tahu?
Sejak beberapa waktu yang lalu kalian mulai belajar, bahwa
dunia tak hanya dipenuhi orang baik saja. Bahwa bahaya bisa datang tiba-tiba
tanpa diduga arahnya. Lengah karena lelah itu biasa. Niscaya kelengahan itu
menjadi pelajaran yang luar biasa bagi langkah kaki kalian di hari-hari
berikutnya. Jejak-jejak mulia yang sudah kalian jalani tak akan menghilang
begitu saja. Sebab yang baik akan selalu terkenang dalam ingatan. Selalu abadi dan
akan segera berlanjut meskipun sempat terhenti di tengah jalan.
Baik atau buruk, siapa yang tahu?
Kekecewaan dan amarah yang hari ini masih ada di hati kalian
mungkin bisa menjelma menjadi rasa syukur di kemudian hari. Bersyukur karena
tidak terjerat ke dalam bahaya yang lebih besar lagi. Bersyukur karena semua
rencana-Nya selalu berjalan tepat dan baik bagi kalian. Oh iya, ada satu lagi
nih yang harus kukatakan. Jangan sampai semua rencana jahat mereka membuat hubungan
kalian merenggang.
Coba tengok sebentar ke samping, ada sahabatmu yang selalu
setia mendampingimu. Sahabatmu jahil, kadang-kadang barangkali dia juga membuatmu
kesal. Namun dia akan selalu ada untukmu. Dia akan jadi orang pertama yang
marah bila kamu disakiti. Air matanya akan berusaha ditahan di depanmu walaupun
dia juga ikut merasakan sakitmu. Kalian satu sama lain harus tahu bahwa sahabat
kalian tak akan ke mana-mana.
Banyak hal baik dalam diriku (Eh, emangnya banyak yang baik, ya?)
yang berasal dari keteladanan kalian. Tetaplah jadi teladan yang baik bagiku
dan bagi semua orang yang ada di dekat kalian. Aku selalu ingin melihat senyum
itu ketika kalian menyapaku. Senyum hangat dua sahabat yang masih sama seperti
yang pertama kali kulihat belasan tahun yang lalu.
Saya setuju, baik atau buruk siapa yang tahu, tapi kita wajib berusaha untuk mencari tahu, dan tetap berusaha untuk menjadi yang terbaik ...
ReplyDeletesalam
Betul sekali, Pak/ Bu. Yang penting kita berusaha jadi yang terbaik :)
Delete