Bagaimana Caranya agar Tidak Rasis?

Bagaimana Caranya agar Tidak Rasis? 1

Saya serius nanya nih, bagaimana caranya?

Saya bukannya mau nyajiin solusi, tapi memang lagi agak kepikiran topik ini aja. Sejujurnya, saya adalah orang yang rasis, terutama terhadap satu suku yang bikin saya ilfil banget beberapa tahun belakangan ini. Kadang kala yang bikin kita rasis itu bukan diri kita sendiri, melainkan stereotip yang berkembang di masyarakat dan ternyata benar adanya.

Singkat cerita, mayoritas orang-orang dari suku X yang saya kenal memang sangat menjengkelkan. Saya bilang mayoritas karena faktanya saya masih ketemu segelintir yang memang pribadinya baik dan menjalani hidup dengan baik. Masyarakat suku X ini orangnya males buanget. Kalau salah satu jobdesc setan itu menghasut orang biar malas, kayaknya setan bakal insecure sama masyarakat suku ini sebab udah muales duluan sebelum dihasut setan.

Kampung halaman suku X sebenernya indah banget, kerenlah pokoknya. Namun, kemalesan mereka bikin mereka nggak pernah maju bahkan puluhan tahun setelah Indonesia merdeka. Mereka jadi gembel di kampung halaman sendiri. Saking malesnya, Anda nggak akan mudah menemui warung makan khas suku X di mana-mana. Sangat berkebalikan dengan warung makan Padang atau Tegal yang tersebar di Jabodetabek dan kota-kota lainnya. Kenapa nggak ada warung makan khas suku X?

Ya karena orang-orangnya gengsian, padahal hidupnya masih di bawah garis kemiskinan. Gengsi banget kalau dagang, kayaknya hina banget gitu. Enakkan ongkang-ongkang kaki main HP. Biarin anak di rumah pada nggak makan karena nggak ada beras, yang penting gue nggak malu. Saya nggak paham sih apa yang salah dengan berbisnis, tapi menurut mereka ya malu aja deh pokoknya. Padahal nggak sedikit juga kaum wanita suku X yang kerjanya jadi asisten rumah tangga. Jadi, nyuciin kolor majikan tuh nggak malu ya daripada jualan? Ck ck ck.

Cerita Si Bunga dan Si Kumbang Tai

brown kumbang tai larva

Saya punya seorang kenalan, sebut saja Bunga. Si Bunga bukan berasal dari suku X, tapi menikah dengan orang dari suku X. Kita sebut saja suami si Bunga dengan nama si Kumbang Tai, sebab kelakuannya lebih menjijikkan daripada tai. Bunga dan Kumbang Tai ini punya 4 orang anak, dua laki-laki dan dua perempuan. Dengan anak sebanyak itu (di zaman modern ini), Kumbang Tai cukup puas bekerja sebagai satpam di rumah “orang besar” di Jakarta. Saya lupa rumahnya anak pejabat apa gimana, tapi pokoknya jadi satpam rumahan.

Ok, awalnya mungkin nggak kelihatan buruk banget karena Kumbang Tai ini punya pekerjaan. Gaji 100 ribu sehari kalau masuk kerja, bolos kerja ya gaji hilang. Salah satu hal yang bikin ilfil banget adalah si Kumbang Tai nyaris nggak pernah bawa pulang gaji buat kebutuhan rumah tangga. Paling sesekali beli beras dan lauk pauk, itu pun dia inisiatif beli sendiri karena nggak mau ngasihin duitnya langsung ke Bunga. Bukannya bawa pulang gaji, Kumbang Tai malah selalu minta ongkos ke Bunga buat berangkat kerja. Ini terjadi hampir setiap hari. Kumbang Tai juga nggak pernah inisiatif nyari kerjaan tambahan, ojek kek, syopi fut kek. Berasa puas aja gitu dengan gaji segitu yang jelas nggak bisa nyukupin kebutuhan rumah tangga.

Di sisi lain, Bunga juga bekerja. Tempat kerjanya dekat dari rumah. Besaran gajinya nggak tetap tapi jumlahnya cukup lumayan, rata-rata 3,5 juta per bulan. Ya, gaji Bunga lebih besar daripada gaji si Kumbang Tai, bahkan bisa melebihi 3,5 juta. Ngeliat gaji Bunga yang segede itu, kontan aja si Kumbang Tai semakin nggak pernah ngasih nafkah buat keluarga. Hampir semua kebutuhan keluarga ditanggung Bunga. Si Bunga gajian tiap 2 minggu sekali, tapi langsung habis 5-7 hari pasca gajian karena bayar ini itu dan dipalakkin Kumbang Tai. Udah dua kali pula si Bunga diusir dari rumah. Baju-baju Bunga dibuntelin di tas karena dia nggak punya duit sama sekali waktu dimintain si Kumbang Tai. Bunga takut dan nyari pinjeman duit kemudian nggak jadi diusir. Begitu terus siklus hidupnya sampe saya bosen liatnya.

Semua orang tua yang otaknya bener pasti mau ngasih yang terbaik buat anak-anaknya. Nggak mau anaknya kelaparan, nggak bisa sekolah, apalagi dihina orang. Namun, lain halnya dengan si Kumbang Tai. Kalau punya uang 50 ribu di kantong, Kumbang Tai akan pergi makan sendirian di luar rumah. Anak-anaknya mah bodo amat mau nggak makan seharian kek, mau mampus kek. Lagi pula si Kumbang Tai sukanya makan enak, kayak ayam, ikan, babi. Dia mana kenal warsun Kuningan yang harganya 10 ribu kayak saya woi.

Soal urusan sekolah anak, Bunga dan Kumbang Tai sepakat bagi dua. Bunga nanggung uang sekolah dua anak paling kecil, Kumbang Tai nanggung uang sekolah dua anak paling besar. Bisa ditebak deh, anak-anak yang jadi tanggung jawab Kumbang Tai nggak bayar sekolah dari awal tahun ajaran 2021-2022 sampai bulan April gini. Anak nomor dua malah masih punya tunggakan uang sekolah SD 1,7 juta. Padahal sekarang tuh anak udah kelas 3 SMP dan kemungkinan nggak boleh ikut UN karena nggak bayar sekolah. Sementara itu, anak-anak yang ditanggung Bunga cukup rutin bayar sekolah, meskipun kadang nunggak 2 bulan karena si Bunga suka goblok juga. Duit gajiannya sering dikasihin ke Kumbang Tai tanpa disisihin buat bayar sekolah anak lebih dulu.

Suatu hari pernah si Kumbang Tai dapet uang 100 juta, kalo nggak salah hasil komisi ngebantuin orang jual rumah. You know what, duit segitu habis nggak bersisa dalam waktu kurang lebih 2 bulan aja. Kumbang Tai hobi beli baju-baju mahal yang sama sekali nggak bikin dia keliatan ganteng karena penampilannya emang di bawah rata-rata. Sepatu olahraganya merek Puma harga 2 juta. Celananya merek Levis harga jutaan juga. Alamak, saya beli sepatu olahraga 250 ribu di Bata aja udah seneng, mana sepatu saya awet pula. Kalau giliran lagi melarat (melaratnya jauh lebih sering daripada punya duit), jangankan duit jutaan, seperak pun Kumbang Tai nggak punya. HP anak-anak yang dibeliin Kumbang Tai pas dapet 100 juta juga dirampas buat dijual lagi.

Masih banyak kok kegoblokan alami si Kumbang Tai yang bikin emejing kalo dikupas satu-satu. Dahlah. Capek saya ngikutin drama kehidupan Bunga dan Kumbang Tai. Mirip sinetron hidayah di tipi. Bukannya saya mau ikut campur rumah tangga orang. Tapi ada suatu relasi yang bikin Bunga dan Kumbang Tai nyusahin saya dan keluarga kalau mereka lagi nggak punya duit.

Bagaimana Caranya agar Tidak Rasis 2

Sering kali bukan kita yang mau bersikap rasis. Ras-ras tertentu aja yang emang menunjukkan banyak karakter nyelenehnya kepada kita. Nyeleneh yang serupa dengan kaumnya sehingga isi kepala kita jadi bikin kesimpulan sendiri. Apapun keburukan itu dan siapapun yang melakukannya, kita harus menjauh supaya kenyamanan dan kebahagiaan kita tidak terusik.

Udah dululah ya. Saya lumayan puas gibah monolog di sini. Males juga cerita panjang lebar ke orang lain. Kasianlah kalau orang lain harus dengerin gibahan saya yang nggak penting ini. Mendingan monolog kan. Kalau Anda sudah tahu caranya agar tidak rasis setelah semua pengalaman tidak mengenakkan dengan suku tertentu, tolong kasih tahu saya. Soalnya rasa muak dan jijik saya sudah stadium lanjut.

 

No comments