Gagal Menghargai karena Berakal tetapi Tidak Beradab

Gagal Menghargai karena Berakal tetapi Tidak Beradab

Dahulu kala saya pernah memesankan paket kopi sachet untuk salah seorang mantan kenalan. Saya tahu kopi sachet itu merek kesukaannya sehingga saya memilih merek tersebut meskipun harganya murah. Satu paket pesanan saya terdiri dari 20 sachet kopi beserta mug cantik yang diletakkan dalam toples plastik. Singkat cerita, paket tersebut sampai ke tempat tujuan 2 hari pasca pemesanan.

Ketika paket sampai, saya bertanya kepada si penerima paket. Dia tidak mengabari sama sekali. Hanya bilang kalau paket sudah tiba setelah saya menanyakannya. Sejujurnya, saya agak mengkhawatirkan keutuhan mug yang ada dalam paket tersebut. Jadi saya tanyakan apakah mugnya pecah atau tidak. Lantas begini jawabannya:

“Mugnya pecah dilempar Aldo”

Kalimat pernyataan itu ditutup dengan emoticon nyengir dengan seluruh deretan gigi yang terlihat jelas. Aldo adalah keponakan si penerima paket yang saat itu umurnya belum genap 2 tahun.

Oh, jadi mugnya pecah. Sebenarnya tidak masalah, toh harganya sangat-sangat tidak seberapa. Cuma saya nggak abis pikir aja, orang bego mana yang ngebiarin keponakannya megang dan ngelempar mug beling. Bayi usia 2 tahun kan memang punya refleks melempar apapun yang ada di genggamannya. Akhirnya sebuah mug beling pemberian orang lain yang baru aja sampe ke tempat tujuan langsung pecah. Kalau mug itu pecah karena proses pengiriman yang sembarangan pasti saya masih maklum. Namun, lucunya mug tersebut seakan dibiarkan begitu saja hingga pecah. Dibiarkan sampai akhirnya dibanting di depan pemiliknya.

Alangkah lebih lucunya lagi karena si penerima paket bertingkah polos mengatakan kepada saya kalau mug itu dibanting keponakannya, disertai emoticon nyengir. Emang nggak bisa ya bohong aja atau cukup bilang mugnya ada supaya nggak mengecewakan saya selaku pengirim paket?

Walaupun dia berbohong bilang mugnya utuh, saya juga tidak akan mengetahuinya atau berusaha mencari tahu kebenarannya karena urusan mug memang tidak penting. Dalam hal ini, menurut opini saya berbohong bisa dianggap sebagai itikad baik untuk menjaga perasaan pengirim paket. Namun, kejujurannya malah membuat saya berpikir kalau pemberian yang harganya sangat murah itu sungguh tidak ada artinya bagi dia.

Barangkali begitulah sifat manusia yang berakal tetapi tidak beradab. Manusia yang hanya ingin dimengerti dan diperjuangkan tetapi tidak pernah menghargai perjuangan orang lain untuknya. Bestie saya, si anjing gereja warna hitam yang namanya Blacky bahkan tahu terima kasih karena sering diberi makanan dan susu kambing. Dia tidak pernah menggigit, selalu bersikap manis, bahkan sering berusaha nemenin saya kalau sedang pulang jalan kaki sendirian. Dua-duanya sama-sama dikasih, cuma bedanya yang satu dikasih kopi, sementara yang lainnya dikasih susu.

Jadi, mana yang lebih beradab? Manusia atau hewan?

 

No comments