Akan kubuat kita tidak setara dalam hal apa pun.
Bahkan maksimalmu tak akan bisa mencapai minimalku.
Satu cahaya lilin pun tidak pantas menerangi gelapmu.
Kau menjelma jadi ratusan badai yang menghujani bumi,
dan aku adalah kilat petir yang tak sudi bersanding
di setiap musim yang kau genggam.
Mari sepakat untuk tidak bertemu di kebetulan mana pun.
Andai bumi adalah kue,
maka akan kupotong menjadi dua bagian
dan aku akan memilih menetap pada sisi yang tak ada dirimu.
Abadilah dengan kekosongan ini.
Tidak akan kukejar kau kembali.
Bahkan, jika semesta mempertemukan kita, aku akan menghindar.
Sungguh datang padaku rembulan, namun ia diselimuti awan hitam.
Mungkin nantinya akan hujan, maka dari itu biarkanlah aku menjauh,
aku tidak ingin diriku basah.
Izinkan aku mencari tempat berteduh.
Seindah apa pun rembulan itu, aku memilih untuk berteduh dan tidak melihatnya.
Selamat memulai cerita baru
di mana kamu memainkan peran utama dengan aku sebagai antagonisnya.
Aku akan pergi darimu sampai sehelai rambutku tak akan bisa kamu lihat lagi.
Aku akan membuatmu berlutut di hadapanku sampai tulang kakimu tak sanggup berdiri lagi.
Bahkan sebutan “musuh” saja terlalu indah untuk bersanding denganmu.
Kehadiranmu membuat bunga layu.
Setiap langkah kakimu tersisa aroma yang tak pantas untuk dicium.
Awan-awan tak ingin menjadi payung untuk dirimu.
Jangan salahkan mengapa semesta ini melukaimu,
karena akulah sang penulis.
Untuk semua sakit hati, kumaafkan.
Sehingga aku tidak perlu menemuimu lagi, bahkan di hadapan Tuhan.
Ia yang kuanggap seperti matahari yang menyinari bumi.
Namun, ternyata cahayanya yang menambah luka itu.
Hingga aku lupa, bagaimana cara menyembuhkan luka dengan benar.
Jika aku bisa mengubah alur waktu,
aku akan memilih untuk tidak pernah menatap matamu yang menyimpan kekecewaan.
Kehadiranmu telah mengajarkan bahwa tidak semua pertemuan membawa kebahagiaan.
Dan dari semua kenangan yang ada,
mengenalmu adalah yang paling ingin kuhapus dari ingatanku.
Bahkan ketika kamu terbakar dalam sebuah api yang membara dan sangat panas,
dan orang yang memiliki air hanya aku,
maka akan kuminum semua air itu tepat di hadapanmu.
Sungguh, aku merayu semesta agar dapat melihat senyummu menjadi tangisan,
seperti luka yang kau berikan untukku.
Seandainya waktu bisa kembali,
maka kamu adalah satu-satunya yang akan kulewati pada hari itu.
Aku cuma berharap semoga kita tidak akan bertemu kembali di kehidupan ini
atau pun kehidupan berikutnya,
bahkan di semesta mana pun.
Bahkan, sekadar mengucapkan namamu saja aku tidak sudi.
Jika di dunia ini hanya aku yang memiliki sesuatu yang selama ini dicarinya,
maka akan aku lenyapkan sesuatu itu agar ia tidak mendapatkannya.
Aku akan bersorak untuk setiap gagalmu
dan menjadikan tangismu musik paling indah untuk telingaku.
Aku tahu pada akhirnya kita berbeda jalan.
Kuharap, di masa depan kita tidak lagi bertemu, walau sekadar di persimpangan.
Kau yang membuat tumpukan-tumpukan awan gelap di langit yang biru itu.
Lalu, langit biru itu juga akan menurunkan hujan,
terima saja di bawah sana.
Bahkan walau takdir menginginkan senyummu tertangkap penglihatanku,
maka akan kukatakan “aku buta”.
Kamu adalah kejadian sepele yang tak bisa lagi dianggap baik,
sebaik apa pun kamu berbuat baik.
No comments