Borderline Personality Disorder (BPD): Bad Mood Tak Boleh Dianggap Remeh

Borderline Personality Disorder (BPD): Bad Mood Tak Boleh Dianggap Remeh

Bad mood itu sebenarnya hak asasi manusia, ya. Namanya juga manusia, punya perasaan dan otak. Bisa mikir, bisa marah, bisa kesel, apalagi kalau sudah berinteraksi dengan orang lain. Sayangnya, banyak orang nggak mau memaklumi dan memperhatikan orang terdekatnya yang lagi bad mood. Justru orang yang lagi bad mood sering terpaksa untuk kelihatan baik-baik aja agar tidak dinilai buruk oleh orang-orang di sekitarnya.

Kebiasaan menyenangkan orang lain sebaiknya nggak dilakukan lagi mulai sekarang. Setiap orang harus lebih perhatian terhadap kesehatan kondisi psikisnya sendiri. Jangan sampai bad mood dan perasaan negatif lainnya yang dibiarkan terus-menerus malah menyebabkan Borderline Personality Disorder (BPD).

Apa Sih yang Dimaksud dengan Borderline Personality Disorder?

Secara harfiah, Borderline Personality Disorder bisa diartikan sebagai kondisi gangguan kepribadian ambang yang berpengaruh pada kestabilan mental seseorang. Gangguan ini bisa terjadi karena trauma masa kecil (bullying, pelecehan seksual, atau diabaikan orang tua) atau pengalaman menyakitkan yang sulit dilupakan. Jika dibiarkan begitu saja, kondisi tersebut akan bertambah parah dan berdampak pada pola pikir, perasaan terhadap diri sendiri dan orang lain, serta kemunculan perilaku abnormal.

Beberapa gejala yang ditunjukkan oleh pengidap gangguan kepribadian ini antara lain:

  • Perubahan suasana hati yang terjadi berhari-hari.
  • Merasakan kekosongan batin terus-menerus.
  • Sulit berempati terhadap orang lain.
  • Perasaan takut diabaikan sehingga cenderung menghindari perpisahan, penolakan, atau kritik.
  • Mudah kehilangan kesabaran hingga sangat marah. Kecenderungan ini rentan memicu perkelahian.
  • Pada suatu kesempatan bisa menyayangi atau menghormati seseorang tetap lantas berubah pandangan hingga menganggap orang tersebut adalah sosok yang buruk.
  • Kerap melakukan hal-hal impulsif yang berbahaya, misalnya mengemudi secara ugal-ugalan, mabuk-mabukan, berhubungan seks tanpa alat pengaman dengan orang yang bukan pasangannya, atau rentan bunuh diri.  
  • Komplikasi lain berupa gangguan nafsu makan, kecemasan berlebihan, hubungan baik dengan orang lain jadi terganggu, dan bipolar disorder.

BPD Berbeda dengan Bipolar  

Masyarakat awam masih sangat kesulitan membedakan antara BPD dan bipolar. Padahal, dua gangguan psikologis tersebut sangat berbeda. Sesuai dengan namanya, bipolar berarti dua kutub. Ada dua fase emosi yang sangat bertolak belakang pada para pengidapnya, yaitu fase mania dan depresi. Pada fase mania, seseorang akan merasakan kebahagiaan yang meluap-luap. Sedangkan pada fase depresi, rasa sedihnya juga berlebihan.

Beberapa gejala bipolar pada fase mania, yaitu:

  • Rasa gembira yang berlebihan
  • Tubuh tidak bisa diam, terus bergerak atau mondar-mandir.
  • Berbicara sangat cepat dan tidak jelas.
  • Susah tidur tetapi tidak merasa ngantuk.
  • Bertingkah sembarangan tanpa memikirkan akibatnya, misalnya belanja berlebihan, bertengkar dengan atasan atau guru, atau membuat kekacauan di tempat umum.

Sedangkan gejala yang kerap ditampakkan pada fase depresi, yaitu:

  • Menjauhkan diri dari lingkungan sekitar atau orang-orang terdekat.
  • Kehilangan minat pada hal-hal yang disukai.
  • Bicara sangat lambat dan ngelantur.
  • Merasa diri sendiri tidak berguna dan tidak layak.
  • Gangguan pola makan yang terjadi secara drastis.

Jadi, perbedaan mendasar antara Borderline Personality Disorder dan bipolar terletak pada intensitasnya. Intensitas perubahan mood pada pengidap bipolar biasanya jauh lebih parah hingga sulit mengendalikan diri sendiri. 

Bagaimana Cara Mengatasi BPD?

Beberapa jenis psikoterapi yang biasa dilakukan untuk mengatasi Borderline Personality Disorder, yaitu:

  • Dialectical Behavior Therapy (DBT): dialog agar pengidap dapat mengendalikan emosi, menerima tekanan, dan terpicu memperbaiki hubungan dengan orang lain.
  • Mentalization-Based Therapy (MBT): membantu pengidap mengenali pikiran dan perasaannya sendiri sehingga mampu berpikir secara bijak sebelum bereaksi. Jenis terapi ini biasanya dilakukan dalam jangka panjang bahkan hingga 18 bulan.
  • Schema Focused Therapy: membantu pengidap BPD mengenali kebutuhannya yang tak terpenuhi hingga memunculkan pola perilaku negatif. Terapi ini akan membuat pengidap BPD menjalani pola hidup yang lebih positif.
  • Transference Focused Psychotherapy (TFP) atau terapi psikodinamis: mendukung pengidap BPD untuk menjalin interaksi dengan orang lain serta meredam emosi negatif yang sulit dikendalikan.
  • General Psychiatric Management: membantu pengidap memahami masalah emosi dengan mempertimbangkan hubungan interpersonal dengan orang-orang terdekat.
  • System Training for Emotional Predictability and Problem Solving (STEPPS): terapi kelompok bersama anggota keluarga, sahabat, dan orang-orang terdekat pengidap BPD yang dilakukan selama 20 minggu.
Borderline Personality Disorder (BPD): Bad Mood Tak Boleh Dianggap Remeh HaloDoc

Setelah membaca artikel ini, kemungkinan besar banyak orang mengira kalau dirinya mengidap Borderline Personality Disorder. Tapi jangan sotoy sendiri, ya. Diagnosis gangguan ini harus melalui pemeriksaan fisik, riwayat kesehatan mental keluarga, serta diskusi intensif antara dokter dan orang yang diduga mengidap.

Kalau kamu ingin tahu lebih banyak seputar gangguan psikologis tersebut, kamu bisa mengakses informasinya di website HaloDoc. Kini, HaloDoc tak hanya menyiapkan berbagai artikel kesehatan yang sumbernya kredibel dan dapat dipercaya. Kamu juga bisa berkonsultasi langsung dengan dokter melalui layanan Bicara dengan Dokter (Talk to a doctor). Layanan konsultasi kesehatan online tersebut memungkinkan kamu untuk berbicara dengan dokter melalui fitur voice, video call, maupun personal chat. Kamu pasti merasa lebih nyaman dan leluasa berkonsultasi tentang gangguan kesehatan psikologis yang sedang kamu rasakan.

Jadi, tunggu apa lagi?

Yuk, berkonsultasi dengan dokter-dokter pilihan di HaloDoc yang telah memiliki sertifikasi dan siap membantumu mengatasi masalah kesehatan. Jangan sotoy atau sok sehat supaya gangguan kesehatan sekecil apapun bisa lekas mendapatkan penanganan intensif.

2 comments

  1. Kalo ngomongin bipolar, saya jadi inget Marshanda deh, hehe..
    Ternyata kedua penyakit di atas sama-sama stres tapi beda jauh gejalanya ya. Harus bener-bener jaga mood mereka nih kalo berteman sama orang-orang yang mengidap bipolar dan BPD.

    Makasih infonya ya kak Mel..

    Salam kenal :D

    ReplyDelete
    Replies
    1. Betul, Kak.
      Kasusnya Marshanda bikin orang jadi lebih ngeh sama bipolar, tapi sayangnya masih banyak yang belum bisa bedain dengan BPD ini. Kitanya yang harus ekstra sabar juga ya kalo punya orang-orang terdekat yang menginap BPD.
      Salam kenal juga, Kak Rizky :)

      Delete