Tiap akhir bulan ia jatuh miskin.
Di dompetnya cuma tersisa selembar doa yang sudah kumal
dan tak cukup buat membayar sesal.
Ketika aku berdoa,
Tuhan tak pernah menanyakan agamaku.
Jangan gelisahkan hari-harimu.
Setiap hari punya geli dan basahnya sendiri.
Jangan terburu-buru bersedih.
Baca dulu dengan teliti hatimu.
Sedih yang salah sumber masalah.
Kurang atau lebih,
setiap rezeki perlu dirayakan dengan secangkir kopi.
Aku tahu mengapa kau suka minum kopi susu.
Kopi membuat matamu menyala,
susu membuat matamu manja.
Tuhan,
ponsel saya rusak dibanting lindu.
Nomor kontak saya hilang semua.
Satu-satunya yang tersisa hanya nomormu.
Tuhan berkata,
dan itulah nomor satu-satunya yang tak pernah kau sapa.
Jarak itu sebenarnya tak pernah ada.
Pertemuan dan perpisahan dilahirkan oleh perasaan.
Aku belum lupa cara berbahagia.
Dompet boleh padam, rezeki tetap menyala.
Kehilangan seseorang,
selalu membuatku sekali lagi,
menemukan Tuhan.
Kapan anjing merasa sangat bahagia?
Ketika seseorang mengagumimu dengan menyebutmu asu.
Engkau tidak takut sekian lama tinggal sendirian?
Engkau tidak pernah kesepian?
Oh, tidak.
Mungkin malah sepi yang takut dengan kesendirianku.
Bahagia adalah memasuki hatimu yang lapang dan sederhana,
hati yang seluas cakrawala.
Uang, berilah aku rumah yang murah saja,
yang cukup nyaman buat berteduh senja-senjaku,
yang jendelanya hijau menganga seperti jendela mataku.
Tubuhku, kenangan yang sedang menyembuhkan lukanya sendiri.
Malam adalah senja yang salah waktu.
Matahari telah diganti lampu-lampu.
Tak ada lagi Minggu dalam diriku.
Seluruh tubuhku sudah jadi hari kerja dan hari bicara.
Mengapa harus menyesal?
Mengapa takut tak kekal?
Apa beda selamat jalan dan selamat tinggal?
Tak ada kesedihan yang sia-sia.
Waktu akan mengumpulkan pecahan-pecahannya
untuk menyusun kebahagiaanmu suatu ketika.
Ajarilah kami para pemimpi yang gigih ini.
Untuk berdamai dengan segala andai.
Biarkan hujan yang haus itu
melahap air mata yang mendidih di cangkirmu.
No comments