Menutup dan Membuka Tahun dengan Sumpah Serapah

 

Menutup dan Membuka Tahun dengan Sumpah Serapah

Menutup Tahun dengan “Makan Bareng”

Akhir tahun 2020 dan awal tahun 2021 membawa kesan tersendiri bagi saya, kesan mendalam yang menjengkelkan. Tadinya saya tidak berniat membuat perayaan apapun untuk menyambut pergantian tahun. Saya seorang introvert, Mama saya seorang extrovert. Awalnya, malam pergantian tahun yang saya inginkan cuma makan kepiting lalu diakhiri dengan ngopi santai sambil nonton TV. Kopi bubuk Excelso saya begitu menggoda, begitu pula dengan acara TV di malam tahun baru yang biasanya selalu menarik. Namun, Mama jelas berbeda. Mama suka keramaian, apalagi kalau sudah berkumpul bersama teman-temannya. Dia menerima ajakan beberapa temannya (yang juga berstatus tetangga) untuk masak dan makan shabu-shabu.

Jelas saja acara makan bareng seperti itu selalu diadakan di rumah saya karena halamannya paling besar dibandingkan halaman rumah tetangga lainnya. Mama pun selalu menjadi orang yang paling sibuk ini itu, mengeluarkan uang untuk belanja bahan makanan dan menyiapkan segalanya. Saya pun turut merogoh kocek untuk membeli sebagian bahan makanan. Sementara itu, teman-teman Mama yang lain selalu hidup minimalis, memang jarang bawa apa-apa kalau ada acara makan bareng. Saya tak tahu persis sejak kapan kebiasaan seperti ini mulai berlangsung.

Menjelang sore, semua bahan makanan sudah disiapkan. Jam enam, salah satu teman Mama menelepon, menanyakan apakah acara makan barengnya jadi atau tidak. Kami menjawab jadi, maka teman Mama yang satu ini mulai membuat kuah shabu-shabu. Tadinya Mama ingin meminta tolong temannya yang satu lagi untuk menggoreng camilan, tapi teman yang diharapkan malah asyik mandi dan bersolek. Lama sekali sampai akhirnya camilan itu digoreng sendiri. Tak berapa lama, teman Mama yang membuat kuah shabu-shabu datang dengan sepanci kuah panas dan sawi putih di tangannya. Sawi putih itu bahkan belum dibersihkan sama sekali. Baiklah, saya harus memegang pisau lagi untuk menyiangi sawi putih.

Kira-kira satu jam kemudian, semua bahan makanan sudah saya siapkan di halaman. Begitu pula dengan kompor gas, kompor portable, bumbu-bumbu, dan peralatan makan. Namun, si teman Mama yang membuat kuah shabu-shabu malah izin tak datang karena sakit kepala hebat. Sementara itu, si teman Mama yang bersolek justru baru datang membawa dua botol besar minuman ringan bersoda. Tapi tak lama kemudian si pembawa soda itu malah pamit pulang karena mengeluh meriang dan sakit kepala juga. Katanya dia kehujanan saat pergi ke mall di siang hari. Saya dan Mama mulai kesal, tetapi juga tak bisa menahan siapa pun untuk tetap merealisasikan rencana acara. Padahal, mereka berdua, yang pulang dan yang sakit kepala itulah yang berinisiatif membuat acara malam tahun baru.

Sejujurnya, semalam itu saya ingin marah besar tapi bingung harus marah ke siapa. Entah siapa yang harus disalahkan. Kalau melukai orang itu tak ada hukumannya, saya tentu ingin menyiramkan kuah shabu-shabu mendidih ke wajah orang lain. Sebab semua makanan yang sudah disiapkan dan tenaga saya sejak siang hari jadi mubazir. Saya harus membenahinya lagi ke kulkas dan mencuci semua peralatan memasak sampai tuntas.

Beberapa menit setelah si pembawa soda pulang, untungnya ada seorang teman Mama yang muncul. Dia duduk santai sambil makan sosis yang baru kami bakar. Padahal, teman Mama yang baru muncul ini justru tidak disangka-sangka karena dia yang paling jarang terbit kalau ada acara di rumah. Setidaknya kami cukup terhibur dengan kedatangannya, meskipun selera makan kami sudah hilang.

Setelah si teman Mama itu beranjak pulang, saya berinisiatif membakar semua sosis dan membagikannya ke tetangga yang tidak membuat acara malam tahun baru. Panci shabu-shabu yang dibawa si teman Mama juga lekas saya cuci agar segera bisa dikembalikan. Dan benar saja, saya juga harus membenahi semua bahan makanan dan peralatan memasak serta mencucinya. Setelah membereskan seisi dapur dan mandi, impian saya untuk menikmati malam pergantian tahun sambil ngopi di kamar bisa terwujud.

Membuka Tahun dengan “Ngumpul Bareng Tetangga”

Hati saya jelas masih dongkol setelah acara “makan bareng” semalam. Untungnya, saya tidur nyenyak. Pagi-pagi sekali, Mama sudah pergi mengambil gas 3 kg ke agen langganannya. Lalu Mama mengantarkan pesanan gas ke gang sebelah, motornya dipenuhi banyak tabung gas, kira-kira jumlahnya 10. Setelah bangun agak siang, saya menyapu dan mengepel bagian samping rumah seperti biasa. Samar-samar saya dengar Mama adu mulut dengan orang lain di gang sebelah. Saat saya menengok dari teras, ternyata memang benar. Ada sopir angkot yang tak sabar menunggu Mama menggeser motornya yang sedang penuh tabung gas. Sebenarnya, jalanan dalam kompleks rumah saya tidak dilalui rute angkot, jadi entah mengapa angkot itu malah lewat situ.

Para tetangga gang sebelah sudah mulai keluar rumah karena mendengar adu mulut di pagi hari. Hampir semuanya menyuruh si sopir angkot sabar jika ingin melewati jalanan itu. Saya juga mulai keluar rumah untuk menghampiri Mama. Setelah motor digeser, sopir itu mulai memacu gas angkotnya sambil mengeluarkan sumpah serapah. Tai, bangsat, dan lain sebagainya. Saya pun tak tinggal diam melihat perlakuan si sopir sialan. Sopir angkot yang lebih binatang daripada binatang. Semua makiannya saya kembalikan. Saya memaki-maki dia sambil berteriak dan memukul pagar rumah yang terbuat dari besi tempa. Sekali lagi, kalau merusak mobil orang itu tidak ada hukumannya, rasanya saya ingin melempar tabung gas 3 kg ke angkot itu. Setelah saya ingat-ingat, rasanya ini baru kedua kalinya saya mengeluarkan sumpah serapah di depan banyak orang. Saya sengaja melakukannya di hari pertama tahun 2021 ini karena terdorong sisa amarah semalam.

 

Saya paham bahwa mengecewakan orang lain adalah salah satu sifat alami manusia, termasuk saya. Jadi, saya memang tidak selembut dan sebaik yang orang lain bayangkan. Salah banget sih kalau ada orang yang menganggap saya baik, lembut, salihah. Kalau saya terlihat baik, itu karena Tuhan menutupi kejelekan saya supaya tidak tampak oleh orang lain. Lain kali, saya akan lebih mengikuti naluri saya sebagai introvert. Saya juga berencana menghindari ajakan makan bareng tetangga dalam beberapa waktu ke depan. Bahan shabu-shabu yang ada di kulkas mungkin akan saya makan esok hari.

No comments