Makasih Banyak Ya, Mbak!

Makasih Banyak Ya, Mbak!

Halo, selamat pagi, Mbak!

Aku tahu kamu sering ngintipin blog pribadiku.

Ah, jangan ngintip-ngintiplah.

Isi blogku kebanyakan alay, sering misuh-misuh atau galau sendiri.

Soalnya menurutku berkeluh kesah dengan menulis itu jauh lebih baik daripada ngerepotin orang lain buat dengerin ceritaku.

Selama ini aku kerap menulis tentang dua sosok yang sangat kusayangi dan kuhormati, kamu pasti tahu.

Kali ini aku mau nulis sedikit tentang kamu.


Masih inget nggak kapan pertama kali kita ketemu, Mbak?

Hari itu tanggal 6 Januari 2015.

Kamu disuruh ngambilin Hokben sama Teh Botol buat aku dan temen-temenku,

lalu kamu juga diminta fotoin kami bareng guru-guru SD sebelum pulang.

Waktu itu aku inget mukamu ya samar-samar karena baru pertama kali ketemu.

Ingetnya cuma staf Tata Usaha, perawakan kecil, cukup gesit, dan pakai kacamata.

Makasih ya, Mbak.

Untung kamu ngambilin Hokben sama Teh Botol, soalnya aku sama temen-temenku laper banget menjelang siang.

Mau makan di depan guru-guru kok gengsi.

Akhirnya setelah pamit pulang, kami langsung makan Hokben di samping gereja.

 

Aku tahu kamu juga sempat melalui hari-hari berat selama bekerja di sana.

Pernah dituduh ini itu, perbuatan yang tidak kamu lakukan.

Sempat juga dipindahkan ke unit SMP sebelum memutuskan resign.

Kamu beberapa kali nangis di WC, ya?

Nangis di depan orang lain memang malu-maluin sih.

Tapi WC SD biasanya bau pesing banget lho, Mbak.

Mudah-mudahan sekarang hari-harimu jauh lebih bahagia daripada saat kamu bercokol di sana.

 

Dua tiga tahun belakangan ini terasa berat banget buatku, Mbak.

Aku beberapa kali menangis ketika menceritakan sesuatu ke kamu via WhatsApp.

Aku tahu kamu juga banyak kesulitan, tapi kok aku malah tambah nyusahin karena cerita ini itu.

Didengerin sama kamu bikin aku merasa jauh lebih baik.

Makasih ya, Mbak.

 

Kadang-kadang aku kesel sama kamu karena kamu terlalu baik.

Sekarang aku sudah dapat jawabannya.

Kamu nggak mau menyakiti hati orang lain.

Nah, orang lain justru sering nyakitin kita kalau kita iya-iya aja, Mbak.

Kita acap kali menjaga perasaan orang lain,

tapi orang lain semena-mena sama kita.

Ya udahlah ya, memang karaktermu udah baik banget, berbanding terbalik sama aku.

 

Mbak, kamu keren.

Kamu adalah anak, adik, ibu, istri, menantu, dan ipar yang baik.

Kamu juga seorang karyawan yang berdedikasi, jujur, dan cekatan selama bekerja di sekolah.

Sekarang, kamu juga pebisnis yang mau belajar hal-hal baru.

Oh iya, kamu udah punya banyak buntut tapi masih tetap awet muda.

Apa sih rahasianya?

 

Mbak, aku senang dan bersyukur bisa kenal kamu.

Namun, andaikan aku punya mesin waktu, aku akan balik ke tanggal 5 Januari 2015.

Aku harus meyakinkan diriku sendiri untuk tidak pergi ke sekolah keesokan harinya.

Supaya aku tidak perlu melihat kebahagiaanmu dan dua orang yang kusayangi malah rusak pada hari ini.

Di sisi lain, aku tahu kok kamu nggak menyesali keputusan resign karena sekarang kamu lebih bahagia.

 

Aku nggak menganggapmu sebagai kakakku karena kamu terlalu baik buat aku.

Banyak kekecewaan yang bikin aku membatasi hubungan dengan orang lain dalam 2-3 tahun terakhir, Mbak.

Ih, padahal bukan salahmu, ya.

Cuma aku aja yang emang kebanyakan mikir.

Tapi kamu adalah salah satu orang terdekat yang berharga buat aku.

Lagian kamu terlalu sabar dan murah hati,

nggak cocok kan jadi kakaknya orang barbar kayak aku.

 

Makasih banyak karena selalu memaklumiku, Mbak.

Makasih udah mau dengerin cerita-ceritaku.

Semoga kamu selalu sehat, bahagia, banyak berkat dan rezeki.

 

 

 

Salam,

Mel

No comments