Mengukur Kadar Kesetiaan Seorang Freelancer

Head of content di salah satu agency tempat saya bekerja pernah bilang begini,

Aku tuh amazing banget sama penulis-penulis aku, Mel.
Amazing kenapa, Teh?
Iya, soalnya ada nih yang hari ini baru lahiran, eh besoknya udah langsung kerja lagi. Gak minta izin cuti gitu.
Oh, hebat ya.
Kalimat tanggapan terakhir saya itu memang cuma basa-basi aja sih. Itu wajar banget, lumrah, bukan sesuatu yang harus bikin amazing. Status kerja sebagai seorang freelancer memang agak menuntut kami untuk menjadi pribadi yang cenderung workaholic. Menurut ngana, emang ada pekerja kantoran yang mau langsung masuk kerja setelah kemarin melahirkan?

Otak mana otak? *masuk ke restoran Padang
Wanita yang menjadi pekerja kantoran biasanya tetap mendapatkan gaji meskipun sedang cuti melahirkan, entah gaji penuh atau setengah gaji pokok. Hal tersebut tentu membuat para wanita karier tidak perlu terlalu khawatir dengan kondisi finansialnya selama cuti. Lain halnya dengan para freelancer yang hidupnya bisa didefinisikan dengan ungkapan “Gak kerja ya gak makan”.

I can stop being so money oriented.

Ya, saya memang money oriented. Setiap saat saya selalu berpikir tentang cara menjadi seorang freelancer yang populer, kaya, dan disegani. Uang memang tidak dapat membeli segalanya. Tetapi segalanya bisa berantakan kalau tidak ada uang. Saya tahu pencapaian saya tidak bisa menyamai teman-teman saya yang berkarier di bank. Namun, setidaknya pendapatan saya harus cukup untuk memenuhi gaya hidup yang saya inginkan.
Uang memang tidak bisa membeli kebahagiaan. Tetapi penghiburan itu setidaknya bisa didapatkan ketika kita memiliki uang. Kalau saya sedih atau kesepian, saya bisa menghibur diri di kafe atau menonton film di bioskop dengan uang yang ada di saku. Saya masih ingat betul tentang uang jajan saya yang dijatah saat saya masih sekolah. Saat saya juga harus berhemat mati-matian demi menambah isi tabungan sewaktu tinggal sendirian di Jakarta. Kini, saya tak ingin mengalaminya lagi.

Tentang setianya seorang freelancer.

Mau jadi freelancer sukses?
Jangan jadi orang yang setia. Gak usah baper kalau harus mencari perusahaan lain dan mulai membagi waktu kerja dengan perusahaan lama. Tidak ada istilah loyalitas antara perusahaan dan freelancer. Selama kita mampu menyelesaikan pekerjaan dengan baik, tak ada halangan bagi kita untuk bekerja di perusahaan-perusahaan lain secara bersamaan.
Perusahaan akan mempekerjakan freelancer ketika membutuhkan jasa dan tenaganya. Perusahaan tak akan peduli dengan kita yang menelan ludah melihat teman-teman kantoran mendapatkan tunjangan. Pada dasarnya kita memang bekerja sendirian. Tak perlu peduli pada hal-hal lain kecuali uang.
Selama kita masih punya potensi dan mahir mengatur waktu, ambillah pekerjaan sebanyak mungkin. Mulailah bekerja pada beberapa perusahaan. Bekerjalah dalam diam. Tunjukkan performa kerja yang terbaik dan jangan pernah mau kalah dengan deadline. Let success be your noise.

Percaya kepada orang lain adalah sebuah kelemahan.

Iya, kalimat di atas itu memang sarkasme banget. Tetapi kenyataannya memang begitu. Jangan jadi freelancer yang tergoda dengan sanjungan atau ajakan orang lain. Iming-iming kerja sama buka perusahaan bareng itu sudah biasa. Ujung-ujungnya harus kerja merangkap ini dan itu juga sudah biasa. Kalau mau memulai kerja sama, pastikan kalau kerja sama tersebut benar-benar punya prospek besar di masa depan. Jangan mau jadi kuli dengan kedok “demi kerja sama kita”.
Ketika saya makan di rumah, orang tua saya pernah bilang,

“Jangan langsung percaya sama orang lain soal urusan kerjaan. Gak semua orang yang keliatannya baik itu memang bener-bener baik.”
Tanggapan saya sih cuma senyum-senyum sambil ngunyah nasi. Lalu saya jawab,
“Di dunia kerja itu gak ada orang baik, apalagi buat orang yang kerjanya freelance. Yang ada cuma kesempatan kerja yang gede atau kerja rodi dengan hasil seiprit.”


No comments