Kau tahu apa yang paling aku benci?
Pergi tanpa pamit dan datang kembali tanpa rasa bersalah.
Curang.
Pamit
usai memberi harap seolah tak pernah ada kejadian.
Aku pamit.
Melepas
genggam dan menuju jalan lain.
Sebab logika
takkan pernah membiarkan
kau menaburkan
harap padaku
sedangkan
erat tanganmu menggenggam dia.
Aku pamit
sebentar,
mau mengistirahatkan
perasaan.
Jangan
khawatir,
aku tidak
hilang.
Kalau sekadar
berkunjung, biasakan pamit.
Kalau untuk
tinggal dan menetap, jangan pergi-pergi.
Aku
pamit
mengemasi
sisa rindu yang pilu.
Maaf aku
sudah lancang
menjatuhkan
hatimu di bening mataku
yang
kukira teduhnya milikku.
Aku
berterima kasih atas perhatianmu yang sementara itu,
tetapi
izinkan aku untuk pamit.
Kupu-kupu
yang malang juga perlu rumah untuk merenung.
Setelah
akhirnya aku pamit undur diri,
bukan artinya
aku pergi lalu menutup diri,
hanya saja
“menjaga” saat ini lebih baik untuk menenangkan hati.
Aku sudah
hapal tabiatnya.
Datang
seperti kejutan, tidak disangka-sangka.
Pergi tak
pernah pamit.
Dan bodohnya,
saat itu terus terulang,
aku masih
saja menerima dan bersedia menjadi tempat berkunjungnya.
Datangnya
senja mengartikan matahari pamit untuk pergi.
Bagaimana
dengan kamu?
Aku
pamit.
Maaf,
bukannya menyerah.
Hanya
saja aku lelah bertahan di ketidakpastian.
Kamu
tau kenapa Tulus ciptain lagu “Pamit”?
Karena
buat ngasih tau kalau yang tulus bisa saja pamit.
Jangan
pamit dengan kelopak mata yang membiru.
Seakan
kita tak akan bisa lagi untuk bertemu.
Kau
lupa jika aku selalu ada di dasar hatimu.
Bersama
rindu menunggu jeda di antara lelahmu.
Aku bersalaman
pada kegelapan
dan pamit
menuju keabadian.
Seuntai
kalimat adalah cara panjang dari rindu yang berpamit pulang.
Bagi saya
cinta hadir
hanya untuk mempertemukan
lalu pergi
tanpa pamit dengan semestinya.
Jika memang
melupakanku tidak sulit,
jadi boleh
kan aku pamit?
Terima
kasih pernah ada.
Dan memberi
pengaruh luar biasa untuk semangatku.
Walaupun
pada akhirnya kau pergi tanpa pamit
dan meninggalkan
kenangan atas nama luka.
Apa perbedaan
kopi dengan kamu?
Kalau
kopi ujungnya pahit.
Kalau kamu
ujungnya pamit.
Jika
kamu bosan dan tak ingin bersamaku, pergilah.
Namun,
pergilah dengan diskusi.
Jangan
pergi tanpa pamit.
No comments