Bulan Oktober 2025 lalu saya iseng mengikuti Lomba Menulis Berbasis Cerpen Objek Pemajuan Kebudayaan Provinsi Banten yang diselenggarakan Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Provinsi Banten. Sebenarnya menurut saya dari awal emang panduan lombanya agar absurd karena wajib memuat tentang Objek Pemajuan Kebudayaan (OPK) Banten. Padahal, OPK-nya sangat sangat nggak familiar bagi masyarakat yang bermukim di Banten, apalagi buat warga daerah lain. Tapi namanya aturan dari yang bikin lomba ya wajib diikutin aja kan, ya.
Karena saya tinggal di kawasan Kabupaten yang secara lokasi lebih dekat ke Kota Tangerang, maka saya lebih tertarik bikin cerpen dengan tema roti baso. Makanan tersebut adalah salah satu kuliner khas etnis Cina Benteng di Tangerang. Si roti baso ini kayaknya nggak termasuk OPK sih meskipun pantes banget dianggap sebagai salah satu kearifan lokal Banten. Cerpennya saya kembangkan dari tulisan iseng yang pernah saya unggah di blog ini.
Baca Juga: Sejarah Roti Baso Tangerang
Ketentuan tentang waktu penutupan lomba diubah sepihak oleh panitia yang kontan saja bikin banyak calon peserta kecewa. Katanya tulisan sedang disiapkan dan hendak diunggah sebelum jam 12 malam, eh tiba-tiba penutupan dimajukan ke jam 10 malam. Mampus, mamam dah tuh deadline mepet.
Juri lomba terdiri dari tiga orang yang kapabilitasnya sangat baik di bidang cerpen. Sebelum mengumumkan daftar pemenang, jurinya berbicara panjang lebar soal perlombaan cerpen ini. Jumlah peserta lebih dari 250 orang, tetapi hampir semua karyanya memiliki struktur kata yang terpapar Artificial Intelligence (AI). Di samping itu, observasi langsung dan tradisi membaca cerpen di kalangan peserta juga diduga sangat minim sehingga karya tulisnya terkesan kering. Mereka bilang gini, “coba bayangkan, pada hampir semua cerpen, kami menemukan kata bukan sekadar, melainkan... strukturnya biner.”
Ada satu kata menarik yang saya tangkap sewaktu mendengar ocehan juri lomba, biner. Kata yang artinya berdasar dua menurut KBBI itu sejatinya menggambarkan kehidupan di era modern.
Biner yang dilambangkan dengan dua digit bilangan, 0 dan 1, kosong atau isi.
Hidup itu biner, semuanya serba biner.
Berhasil atau gagal.
Menang atau kalah.
Kaya atau miskin.
Dewasa atau kekanak-kanakan.
Pahlawan atau pecundang.
Populer atau asing.
Cinta atau benci.
Syukur atau kufur.
Pasrah atau lawan.
Rupawan atau jelek.
Berani atau takut.
Area abu-abu di antara biner itu ada, ada banget. Namun, kaum medioker yang letaknya di tengah-tengah biasanya tak pernah dianggap. Jalan hidup yang biner, suka atau tidak suka, adalah suatu harga mati. Orang akan menghormati kita kalau kita kaya, sukses, menang, populer, atau rupawan. Sebaliknya, orang akan merendahkan kita kalau kita miskin, gagal, kalah, asing, atau jelek.
Kita semua yang ada dalam golongan medioker ini tidak diberi banyak pilihan dalam hidup. Bagi kita, hidup adalah biner. Hanya dua pilihan, antara bertahan atau lenyap, antara berkhianat atau dikhianati, antara bersama atau berpisah. Maka dalam hidup yang serba biner ini, ada hal-hal yang tidak dapat diraih sekaligus karena kita hanya diberi dua pilihan.
Karena hidup itu biner, jangan mau seumur-umur jadi orang goblok yang tunduk pada kehendak si pintar. Hidup yang biner ini menganjurkan kepada kita untuk tegas mengambil keputusan agar hati tak gamang karena area abu-abu. Buang segala hal yang merugikan, jangan mau terjerat dalam kerugian tak berujung.



No comments